ilustrasi efek gas rumah kaca

Jakarta, Aktual.com – Kementerian Perindustrian memiliki strategi tersendiri menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan menggandeng beberapa pihak.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara menyampaikan melalui keterangannya di Jakarta, Jumat (19/1) telah melakukan kerja sama dengan berbagai pihak seperti “United Nations Development Program” (UNDP) dan “United Nations Industrial Development Organization” (UNIDO).

Selain itu, dengan Pemerintah Jerman melalui GIZ dan Pemerintah Jepang melalui Ministry of Economic, Trade and Industry (METI).

“Langkah sinergi yang dilakukan ini utamanya dalam bentuk capacity building, penyusunan pedoman teknis dan beberapa projek penurunan emisi gas rumah kaca di sektor industri,” kata Ngakan.

Kemenperin juga bersama asosiasi industri telah menghasilkan pedoman-pedoman teknis penurunan emisi gas rumah kaca di beberapa subsektor industri yang lahap energi, misalnya membuat pedoman teknis penurunan emisi CO2 di industri semen dan pedoman teknis penurunan emisi gas rumah kaca di industri pupuk.

Tujuan penyusunan berbagai pedoman ini adalah untuk memberikan panduan bagi industri dalam melakukan upaya-upaya efisiensi energi dan upaya penurunan emisi gas rumah kaca.

Dalam dokumen “Nationally Determined Contribution” (NDC), sektor industri mempunyai tanggung jawab untuk menurunkan emisi GRK yang berasal dari penggunaan energi di delapan subsektor industri lahap energi, “Industrial process and product use” (IPPU) dan limbah.

Salah satu industri yang menjadi fokus kementerian perindustrian adalah industri semen.

Sejak 2014, Kemenperin secara aktif bersama sama dengan Aosiasi Semen Indonesia memberikan perhatian terkait upaya penurunan emisi CO2 di industri semen melalui kegiatan penurunan “clinker ratio” dan penggunaan bahan bakar alternatif untuk mengurangi penggunaan batu bara.

Bahan bakar alternatif yang digunakan antara lain dari biomass seperti sekam padi dan cangkang sawit, sludge limbah cair industri, dan “Refuse Derived Fuel” (RDF). Penggunaan RDF merupakan pengelolaan sampah dengan pendekatan “Waste to Energy” (WTE).

“RDF selain bisa digunakan untuk subtitusi bahan bakar di industri semen (kiln), juga bisa digunakan untuk pembangkit listrik, boiler, kombinasi panas dan pembangkit listrik,” jelas Ngakan.

Pada 2016, Kemenperin mencatat bahwa melalui kegiatan penggunaan bahan baku dan bahan bakar alternatif di subsektor industri semen tersebut, telah terjadi pengurangan emisi GRK di sektor IPPU sebesar 971,3 ribu ton CO2e dan 1,4 juta ton CO2e dari sektor energi.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara