Penarik becak menunggu penumpang si kawasan Warakas, Jakarta Utara, Rabu (17/1/2018). Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menghidupkan kembali transportasi becak yang sebelumnya telah dilarang sejak 2007. Becak akan diberi rute khusus seperti di perkampungan dan kawasan pasar. Penarik becak biasanya mulai mengais rezeki sejak pagi hingga sore dengan tarif berkisar Rp 10 ribu-Rp15 ribu. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Langkah Gubernur DKI untuk melegalkan keberadaan becak terus menuai kritik. Selain mantan Gubernur DKI Sutiyoso, kritikan juga disampaikan anggota DPR Ahmad Sahroni. Dirinya menilai Anies seharusnya tak sekedar terikat kontrak politik dan perlu melakukan kajian panjang sebelum berpikir melegalkan becak di ibu kota.

Wakil rakyat yang bermukim di Tanjung Priok ini mengingatkan kebijakan dikeluarkan oleh Gubernur nantinya harus dapat diterapkan di seluruh wilayah, bukan hanya berlaku di sekitar Jakarta Utara saja.

Seperti ramai diberitakan di berbagai media, Anies sebelumnya mengakui rencana melegalkan becak tak lepas dari adanya kontrak politik dengan Forum Komunikasi Tanah Merah Bersatu pada Oktober 2016 lalu.

Sahroni berpendapat, sebaiknya Anies sebagai Gubernur lebih memikirkan bagaimana pembangunan ibu kota dan mengatasi berbagai persoalannya. Seperti kemacetan dan banjir dibanding mengeluarkan kebijakan yang hanya membela sekelompok orang akibat kontrak politiknya.

“Jangan hanya karena adanya kontrak politik karena kebijakan harusnya bisa diberlakukan secara umum, bukan hanya di sekitar Jakarta Utara, tapi wilayah lain pun akan bisa melakukan hal serupa,” pesan Sahroni di Jakarta, Senin (22/1).

Menurut dia, kajian khusus sangat diperlukan untuk memastikan efek domino ditimbulkan oleh keberadaan becak di ibu kota ketika telah dilegalkan.

“Efeknya misalkan kemacetan, tak hanya akibat becak yang melaju di jalanan, tapi juga kekhawatiran penyempitan jalan karena banyaknya becak yang mangkal,” kata Sahroni.

Perdebatan lain yang mungkin muncul adalah batasan jenis jalan perkampungan yang menurut Anies sebagai wilayah trayek diijinkan untuk becak.

Bila memang tidak diperbolehkan di jalanan raya, menurut Sahroni perlu dipertegas seperti apa kriteria jalan diperbolehkan dilewati becak seperti apa.

“Yang dimaksud jalan perkampungan seperti apa? apakah bisa dipastikan tak akan melaju di jalan raya sementara aksesibilitas ke lokasi bisa jadi mengharuskan melalui jalan raya,” ucapnya.

Faktor lain yang tak kalah krusial ditekankan Sahroni adalah apakah pelegalan becak ini tidak akan menimbulkan persoalan sosial.

Kekhawatiran ini muncul mengingat bagaimana perseteruan di dunia transportasi, bahkan hingga memakan korban nyawa ketika transportasi berbasis aplikasi mulai bermunculan.

Reporter: Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh:

Eka