Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas (kedua kanan) didampingi Wakil Ketua Totok Daryanto (kanan) dan Ketua Panja Harmonisasi Revisi UU KPK Firman Soebagyo (ketiga kanan) menerima pandangan Fraksi Gerindra yang diserahkan Aryo Djojohadikusumo dalam rapat pleno mengenai kelanjutan revisi UU KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (10/2/2016). Meskipun rencana revisi itu dikecam oleh masyarakat karena akan melemahkan kewenangan KPK dan pemberantasan korupsi di Indonesia, namun sembilan dari sepuluh fraksi di Baleg DPR menyetujui revisi UU KPK untuk dilanjutkan ke Sidang Paripurna dan hanya Fraksi Gerindra yang menolak dengan tegas.

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo mengaku pernah dilobi sejumlah NGO asing agar memuluskan draft rancangan undang-undang (RUU) terkait perlakuan terhadap LGBT.

“Saya sebagai pimpinan Baleg juga pernah di lobi oleh NGO asing, bahwa mereka menawarkan kepada DPR akan menyampaikan tentang masalah terkait UU LGBT dan mereka akan menjelaskan bagaimana perlakukan LGBT di negaranya, kami tidak mau, kami tolak,” kata Firman kepada awak media di Komplek Parlemen, Senayan, Rabu (24/1).

Lebih lanjut, ketika ditanyakan kapan peristiwa itu terjadi, politikus Golkar itu mengungkapkan bahwa terjadi pada 2015 lalu. Ia mengatakan jika penolakan tersebut lantaran beresiko tinggi kepada khalayak banyak.

“Sudah terjadi di 2015 yang lalu lah, kami tolak karena ini beresiko tinggi. Dalam membuat sebuah UU kami tidak bisa diintervensi. Kami punya norma-norma hukum. Kita punya politik hukum yang berbeda (dengan negara lain),” papar dia.

“Kalau LGBT di sana dilegalkan, silahkan tapi kami tidak bisa. Kita negara Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa, sehingga wajib moralitas ini kan wajib kita jaga,” sebut anggota komisi IV DPR RI itu

Oleh karena itu, sambung dia, kalau Prof Mahfud MD mengindikasikan bahwa itu ada (lobi) dan mengalokasikan dana besar, itu betul. Diakui dia, intervensi dari internasional itu sangat tinggi jadi perlu hati-hati karena itu sebagai pimpinan badan legislasi kemudian sebagai ketua Panja setiap tahun pembahasannya UU.

“Begitu ada tekanan LGBT langsung kita coret, karena ini tentunya tingkat sensitivitas dan bisa menimbulkan letupan apa lagi di masa tahun politik. Ini bisa berbahaya sekali,” pungkasnya.

Reporter: Novrizal

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Eka