Jakarta, Aktual.com – Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM) telah melakukan kajian tentang rencana holding migas yang akan dilakukan oleh Kementerian BUMN. Dari kajian itu terungkap bahwa rencana holding tidak sesui dengan peraturan perundangan-undangan.
Kepala PSE UGM, Deendarlianto menjelaskan mengacu kepada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 002/PUU-I/2003 bahwa BUMN pengelola SDA yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak tidak dapat dihilangkan statusnya sebagai BUMN dengan nama dan mekanisme apapun, termasuk holding. Sedangkan kasus holding migas ini telah menghilangkan status perseroan pada PGN dan dijadikan sebagai anak perusahaan Pertamina.
Lalu tegas Deen, argumentasi pemerintah yang menyatakan penyertaan saham milik negara pada BUMN kepada BUMN lain dalam rangka holding sehingga menghilangkan status suatu BUMN dan menjadikannya PT (Perseroan Terbatas) tidak akan menghilangkan kendali negara pada PT tersebut karena ada kepemilikan satu lembar saham dwiwarna (golden share), adalah tidak berdasarkan hukum.
“Hingga saat ini keberadaan saham dwiwarna belum komprehensif diatur di level Undang-Undang, bahkan tidak di Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN. Keberadaan saham dwiwarna implisit hanya ada dalam satu ayat di Undang-Undang No. 40 Tahun 2007,” ujar dia secara tertulis, Kamis (25/1).
“Jelas bahwa jangkauan kewenangan saham dwiwarna dalam hukum eksisting sangat terbatas. Mencalonkan dan/atau menetapkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris pun tidak serta merta memegang pengendalian PT (perubahan BUMN) karena kekuasaan tertinggi di dalam PT dipegang oleh RUPS, sebagaimana diatur Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007,” papar dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid