Jakarta, Aktual.com-Mabes Polri kini puasa berbicara saat disinggung soal dua jenderal Polri yang direkomendasikan menjadi pejabat (PJ) gubernur yang diusulkan Kementerian Dalam Negeri. Upaya itu pun kemudian pemicu pro kontra publik
“Itu sudah dijelaskan (Kabag Penum). Saya tidak mau komentar. Saya ditunggu orang. Itu sudah dijelaskan oleh Pak Martinus, titik. Biar aja gitu,” kata Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto di Mabes Polri Jakarta, Jumat (26/1).
Kebijakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengusulkan dua jenderal polisi aktif untuk menjadi pejabat gubernur kepada Presiden Jokowi menuai kontroversi dan kritikan, khususnya kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, penunjukan Pj gubernur sebagai kewenangan penuh Menteri Dalam Negeri. Namun biasanya, Pj Gubernur selalu dari PNS Eselon I Kemendagri.
“Kalau mengangkat dari lain, tupoksi kepolisian kan bukan itu. Kalau bukan tupoksi, ada kecenderungan bisa mengurangi rasa demokrasi,” ujar Agus di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (26/).
Kata Agus, Indonesia sedang dalam tahap menegakkan prinsip demokrasi yang baik. Sehingga dia memandang kebijakan Mendagri itu, dapat mencederai rasa demokrasi bila jadi diterapkan.
Menurut dia tugas pokok dan fungsi dari para perwira Polri tak sesuai dengan usulan tersebut. “Untuk Polri saya melihat ini bukan tupoksi,” ujar politisi Partai Demokrat itu.
Sementara Wakil Ketua Komisi II DPR, Ahmad Riza Patria, menilai, publik akan berpersepsi negatif bila jenderal polisi menjadi pejabat (Pj) gubernur. Karena itu akan lebih baik jika pejabat PNS saja yang ditunjuk menjadi Pj gubernur.
“Polri itu kan fokus tugasnya menjaga keamanan, bukan mengurusi pemerintahan. Berarti Mendagri tak usah mengambil dari polisi dan juga militer,” ujar Ketua DPP Partai Gerindra itu.
Alasan Mendagri yang menyatakan tak mungkin dirinya menunjuk semua eselon I Kemendagri menjadi pejabat di 17 provinsi, menurut Riza tidak bisa diterima.
Bukan karena tak bisa menunjuk semua pejabat Kemendagri lantas menjadi pembenaran menunjuk dari kalangan polisi.
“Banyak PNS lainnya. Di lingkungan Pemda banyak yang eselon I, atau dari Kementerian lain kalau perlu. Jangan dari polisi,” ujar dia.
Jika polisi yang dipilih menjadi Pj gubernur padahal di Pilkada setempat ada calon kepala daerah berlatar belakang aparat, maka itu bisa menimbulkan prasangka buruk dari publik.
“Terlebih di era 2018 ini banyak tentara dan polisi yang jadi calon. Nanti takutnya ada prasangka-prasangka soal kepentingan tertentu, takutnya dianggap tidak netral,” katanya.
Seperti diketahui, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo telah mengusulkan dua jenderal polisi aktif sebagai Pj Gubernur.
Pertama, Asisten Operasi Kapolri Irjen M Iriawan untuk menjadi Pj Gubernur Jawa Barat. Kedua, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Irjen Martuani Sormin menjadi Pj Gubernur Sumatra Utara.
Pewarta : Fadlan Syiam Butho
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs