Jakarta, Aktual.com – Direktur Pusat Studi dan Pendidikan HAM Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA), Manager Nasution melihat isu Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender (LGBT) sebagai isu yang cukup genting.
Menurut Manager, permasalahan LGBT bukan saja menyangkut perbedaan pendapat antara kelompok pro ataupun yang kontra saja, melainkan juga menyangkut dengan masa depan bangsa Indonesia.
Oleh karenanya, ia pun berpesan kepada masyarakat agar terus fokus mengawasi jalannya penggodokan Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) di parlemen.
“Ini luar biasa menyangkut masa depan peradaban kita,” tegas mantan komisioner Komnas HAM ini saat ditemui di Jakarta, Jum’at (26/1/2018).
Pasalnya menurut dia, propaganda yang dilakukan kaum LGBT begitu massive dan mengancam moralitas bangsa. Perilaku mereka dijelaskannya bisa dianggap mengancam Pancasila, UUD 45, Undang-Undang Perkawinan, moralitas bangsa, dan lain sebagainya.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa tidak hanya melanggar aturan negara, tetapi praktik dan penyebaran LGBT juga telah menentang adanya keberadaan manusia itu sendiri.
“Jika terjadi perkawinan sejenis pasti tidak ada populasi. Maka akan terjadi pemunahan manusia. Bahkan kalau bisa dibilang ini malah anti-HAM,” ucapnya.
Karena itu dirinya meminta perhatian dari semua lapisan masyarakat. Tidak hanya stakeholder, tapi juga publik untuk tetap fokus mengawal.
Dirinya mencontohkan negara Brazil, sebagai negara mayoritas Kristen Khatolik tapi akhirnya melegalkan perkawinan sesama jenis pada 2013. Hal ini baginya tidak mustahil terjadi juga di negara mayoritas Islam, termasuk Indonesia.
“Kalau publik permisif, i don’t care. parlemennya mensahkan. Kalau kita tidak melakukan ketahanan keluarga, kepedulian masyarakat, regulasi diperbaiki. Tidak mustahil 20 tahun parlemen kita akan mensahkan,” paparnya.
Di tempat yang sama, akademisi hukum pidana asal Universitas Al-azhar Indonesia, Suparji Ahmad menyerukan kepada seluruh media massa agar tidak menampilkan hal-hal yang mendorong terciptanya sikap masyarakat yang permisif terhadap LGBT.
Ia mencontohkan, sebuah stasiun televisi tidak perlu menampilkan seseorang yang terindikasi memiliki penyimpangan seksual dalam sebuah programnya.
“Dan seharusnya itu tidak dilakukan, itu akan berpotensi akan menjadi panutan, idola atau pembenaran terhadap praktik LGBT,” katanya kepada Aktual.
Menurutnya, hal-hal demikian harus disadari oleh stasiun televisi, akan semakin mendorong massive-nya praktik LGBT.
Sebab, jika pelaku LGBT menjadi Public figure dengan bantuan media massa, maka media massa juga turut berpartisipasi dengan mendukung legalitas LGBT.
Suparji pun mengkritik kecenderungan stasiun televisi yang hanya mengejar rating sebagai dasar ditampilkannya pihak-pihak yang terindikasi sebagai pelaku LGBT.
“Jangan anggap ini sebagai hal lucu-lucuan, kalau mau lucu-lucuan ya harus inspiratif, cerdas dan tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Kalau mau lucu-lucuan jangan seperti itu karena itu tidak mendidik,” tegasnya seraya mengakhiri.
Pewarta : Teuku Wildan A.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs