Badung, Aktual.com – Otoritas Jasa Keuangan optimistis digitalisasi dalam industri asuransi akan mendorong peningkatan akses keuangan masyarakat karena dapat langsung terhubung kepada konsumen.
“Pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam industri jasa keuangan termasuk asuransi akan memberi nilai tambah,” kata Anggota Dewan Komisioner OJK Riswinandi pada seminar dan pameran digital dan manajemen risiko asuransi di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (22/2).
Menurut Riswinandi, industri asuransi juga harus menyesuaikan dengan perkembangan teknologi saat ini dengan semakin dekatnya masyarakat memanfaatkan digitalisasi.
Menurut dia, perusahaan asuransi dapat memanfaatkan koneksi internet untuk memasarkan produk, pelayanan klaim hingga penanganan keluhan konsumen.
Dengan begitu, mekanisme itu akan mendorong efisiensi dan dalam jangka panjang dapat menekan biaya produksi dan diharapkan menekan biaya premi.
“Teknologi informasi memberikan kecepatan layanan dan klaim sehingga kegiatan asuransi semakin diminati,” ucapnya.
Meski mengakui membangun infrastruktur digital tidak murah, namun perkembangan teknologi itu menuntut perusahaan termasuk asuransi menerapkannya karena desakan besar generasi milenial saat ini.
Walau pun demikian, OJK melihat ada sisi lain dari kemudahan dalam digitalisasi tersebut di antaranya munculnya potensi virus dalam jaringan yang menyerang sistem digital.
Sumber daya manusia bidang asuransi juga dituntut memiliki pendalaman yang optimal dalam menganalisis sistem informasi digital.
“Ancaman lainnya yaitu potensi risiko operasi seperti kegagalan mengenal konsumen, risiko penipuan dan pencucian uang,” imbuhnya.
Riswinandi mengakui belum ada aturan khusus mengenai asuransi berbasis digital.
Saat ini aturan terkait asuransi baru diatur dalam Peraturan OJK Nomor 23 tahun 2015 tentang produk asuransi dan pemasaran produk asuransi.
Dalam aturan itu, lanjut dia, mengatur ketentuan polis asuransi yang dapat diterbitkan dalam bentuk-bentuk digital dan elektronik yang menurutnya masih perlu endalaman lebih lanjut.
“Kami tetap mengelompokkan risiko teknologi informasi itu dalam modul operasional termasuk memastikan produk yang dijual terdaftar di OJK dan ada diskripsi jelas terkait produk,” ucapnya.
ANT
Artikel ini ditulis oleh:
Antara