Jakarta, Aktual.com – Dari hari ke bulan dan tahun, itu salah satu cara petani dalam memperhatikan tanamannya agar menghasilkan sayuran atau buah yang berkualitas. Produk berkualitas, pastinya ketika dijual pada musim panen tiba akan menguntungkan petani pula.
Ilustrasi di atas menggambarkan Partai Politik saat ini, yang “menanam” kader di tingkat daerah-daerah. Tetapi, kader yang diperhatikannya selama berhari-hari dan berbulan-bulan itu, ternyata tak menghasilkan kualitas yang baik. Malah sebaliknya yakni “busuk”. Pada akhirnya petani tidak bisa berbuat banyak pasarah begitu saja. Selain karena cuaca, tampaknya petani tidak memperhatikan betul suplai obat-obatan yang memadai.
Sehingga sayuran atau buah yang “busuk” itu secara otamatis dibiarkan hingga membusuk “dilumat ulat”. Operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap sejumlah kader Parpol, ibarat petani lupa memberi suplai obat-obatan secara berkala, yang pada akhirnya sayuran itu digrogoti ulat. Perlahan tapi pasti.
Meski Parpol sudah mendaftarkan para calon kepala daerah yang terjerat di KPK ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), tetapi status mereka seperti sayur dan buah tadi. Dibiarkan membusuk “dilumat ulat”. Ibarat “ulat bergigi tajam”, KPK “melumat” habis sayuran dan buah di panen raya Pilkada 2018 milik petani ini.
Meski pun publik tahu, OTT yang dilakukan KPK ini bukan hal baru. Pada periode-periode sebelumnya juga lembaga yang dianggap super body itu pun mendapat “predikat” lembaga hukum yang hanya mengandalkan OTT. Tetapi, tangkap sana-tangkap sini, sita sana, sita sini oleh KPK ini apakah murni untuk menegakkan hukum?
Bila itu benar adanya, maka sudah barang tentu, itu dilakukan tidak “riuh” menjelang Pilkada saja? Apa yang dihasilkan dari operasi KPK tangkap sana, tangkap sini itu? Apakah melalui OTT ini memberikan dampak positif bagi calon kepala daerah atau malah hanya “penyuguhan” kabar tangkap sana, tangkap sini, sita sana, sita sini saja. Tapi kabar itu nyaris tanpa makna.
Keberadaan dan “gigi tajamnya” KPK itu, sebenarnya bukan untuk “melumat habis sayuran atau buah” menjelang tahun politik ini. Karena, bisa dibilang “riuh” KPK di tahun politik ini merupakan pesanan. Jangan karena dalih penegakan hukum, kemudian KPK malah membuat kegaduhan ditahun politik ini.
Memang, banyaknya calon kepala daerah yang tertangkap tangan melakukan korupsi tak lepas dari tanggung jawab Parpol yang mengusungnya. Bisa juga calon kepala daerah yang menjadi “sumber makanan” KPK, bukan karena kesalahan Parpol sepenuhnya, tapi akibat lemahnya pengawasan di daerah. Fungsi inspektorat yang berada di bawah kendali kepala daerah justru tidak maksimal.
Selain itu pula, tingginya ongkos politik dalam Pilkada serentak ini, turut merangsang kepala daerah melakukan penggalangan dana yang kadang kala berurusan dengan hukum. Apalagi nyatanya, dana bantuan Parpol tidak bisa digunakan untuk Pemilu.
Kepala Daerah Burujung di KPK