Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarief (tengah) saat memberi keterangan kepada wartawan mengenai operasi tangkap tangan KPK di gedung KPK, Jakarta, Sabtu (7/10). KPK melakukan OTT terhadap Ketua Pengadilan Tinggi Manado SDW dan Anggota DPR Komisi XI dari Fraksi Golkar AAM serta tiga orang lainnya atas kasus dugaan suap hakim untuk untuk mengamankan putusan banding vonis Marlina Moha yang merupakan ibu dari AAM. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Himbauan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto tentang penundaan proses hukum terhadap calon kepala daerah (Cakada) terus menuai kritik.

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad menegaskan, KPK akan menuai risiko jika mengikuti kemauan Wiranto.

“Ada dampak bila KPK menunda proses OTT terhadap Cakada yang terkena korupsi,” kata Samad dalam diskusi bertajuk ‘Korupsi, Pilkada dan Penegakan Hukum’ di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/3).

Samad memaparkan tiga dampak yang akan didapatkan KPK jika menunda penindakan Cakada yang diduga terlibat kasus korupsi, yaitu kemungkinan hilangnya alat bukti, proses hukum yang jalan di tempat dan hilangnya kepercayaan dari masyarakat.

Samad menegaskan, proses hukum harus tetap berjalan meskipun seseorang sedang bertarung dalam kontestasi Pilkada, terlebih jika orang tersebut sudah menjadi tersangka atau bahkan terkena operasi tangkap tangan (OTT).

Menurutnya, hal ini merupakan fungsi KPK mengenai transparansi terhadap masyarakat.

“Sikap transparansi itu perlu, biar semua sama-sama mengawasi, jadi tidak bisa ditunda,” tegas Samad.

Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya menolak permintaan Menko Polhukam Wiranto agar KPK menunda pengumuman tersangka Cakada pada Pilkada 2018.

Agus menyarankan Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu terkait Cakada yang terlibat kasus korupsi. Intinya dari Perppu itu, Cakada yang tersangkut korupsi bisa diganti parpol.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan