Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif lembaga kajian The Indonesian Institute, Adinda Tenriangke Muchtar menilai kasus puisi Sukmawati Soekarnoputri berjudul “Ibu Indonesia” merupakan wujud ancaman terhadap kebebasan berekspresi.
“Dengan adanya kasus ini, makin terancam kebebasan berekspresi kita. Ini jelas sangat mengkhawatirkan apalagi pada dasarnya justru salah satu hal yang diperjuangkan reformasi 1998 adalah soal kebebasan berekspresi dan perlindungan HAM,” ujar Adinda melalui pesan singkat di Jakarta, Kamis (5/4).
Adinda mengatakan kasus puisi Sukmawati menambah panjang daftar kasus terkait penodaan agama di Indonesia. Berdasarkan data Setara Institute, 88 dari 97 kasus penodaan agama (1965-2017) terjadi di era reformasi.
“20 tahun reformasi harus jadi momentum untuk refleksi soal kebebasan individu kita, khususnya terkait kebebasan berekspresi. Jangan sampai peraturan perundang-undangan yang ada malah digunakan oleh pihak-pihak dengan kepentingan tertentu untuk memasung kebebasan berekspresi kita,” kata dia.
Menurut dia, UU No 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maupun UU KUHP yang ada saat ini tidak kondusif untuk mempromosikan dan melindungi kebebasan berekspresi.
Hal ini, kata dia, tercermin lantaran pihak yang melaporkan Sukmawati ke Kepolisian, lebih senang memakai pasal-pasal dalam UU KUHP maupun UU ITE itu sebagai dasar untuk memidanakan orang-orang yang mengekspresikan pendapatnya, tanpa lebih dulu membuka ruang dialog untuk mencoba memahami pesan yang ingin disampaikan dalam puisi itu.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid