Jakarta, Aktual.com – Sekitar abad ke-6, hidup seorang penggembala muda bernama Kaldi yang berasal dari Kaffa, sebuah daerah di Ethiopia,Afrika.
Pada waktu-waktu tertentu, dirinya heran kala melihat kambing-kambingnya berjingkrak-jingkrak setiap kali habis memakan buah dan daun tanaman yang tidak diketahuinya.
Kisah lainnya menyebutkan bahwa pada abad ke-15 para penggembala kambing Yaman juga melihat hal serupa terjadi pada gembalaan mereka setiap kali kambing mereka memakan pakan berupa biji-bijian dan dedaunan yang mereka bawa dari Ethiopia.
Para penggembala Muslim yang terbiasa terjaga di tengah malam untuk menunaikan sholat itu kemudian mencoba mengolah biji-bijian tersebut dengan berbagai cara. Namun tak ada rasa lezat yang mereka dapatkan, hingga seseorang dari mereka merebus biji-bijian itu dan terciptalah sebuah minuman yang mereka sebut “qahwah”, yang kira-kira berarti berwarna gelap.
Minuman yang nikmat ini langsung menyebar di wilayah Arab hingga Mekah, Madinah, dan Turki.
Seiring dengan penyebarannya, nama qahwah pun berubah sesuai dengan cara pengucapan yang berbeda-beda di setiap daerah.
Qahwah berubah menjadi “kafa”, “kaffa”, “kahveh” dan akhirnya menjadi cafe ketika tiba di Prancis. Sementara lidah orang-orang Eropa lainnya menyesuaikan nama tersebut dengan menyebutnya “coffee”.
KOPI Tak perlu waktu lama bagi minuman dari tanah Arab itu sampai di Tanah Air. Berbagai catatan kuno tentang misi dagang Kerajaan Belanda menyebutkan bahwa pada tahun 1696, Persekutuan Dagang VOC membawa biji-biji kopi dari Malabar di India ke Nusantara melalui pelabuhan di Jawa.
Lisan Melayu orang Indonesia menyesuaikan nama minuman itu dengan sebutan “KOPI”.
Dengan tanah yang subur dan iklim tropis yang bersahabat dengan tanaman, bibit-bibit kopi kemudian disebar ke wilayah pesisir utara Jawa, termasuk Batavia (kini Jakarta) dan Cirebon.
Dalam waktu cepat perkebunan kopi di tanah Jawa telah menghasilkan biji kopi dalam jumlah banyak dan berkualitas tinggi untuk diekspor ke Eropa.
Kini, hampir semua wilayah di Indonesia memiliki kopi khasnya masing-masing yang disebut dengan istilah “specialty coffee”. Kata ini pertama kali dikenalkan oleh Erna Knutsen pada 1974 untuk menjelaskan rasa biji kopi yang dihasilkan dari daerah yang beriklim mikro khusus dan komposisi tanah yang unik.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby