Jakarta, Aktual.com – Megaproyek reklamasi Center Point of Indonesia (CPI) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) terus berlanjut, kendati sudah dikeluarkan surat penghentian sementara dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, termasuk penghentian penambangan pasir laut di pesisir laut Galesong, Kabupaten Takalar.
Surat penghentian sementara itu rupanya tidak menyurutkan niat untuk terus menimbun laut di kawasan reklamasi seluas 157,23 hektare tersebut. Bahkan, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) terkait Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) di DPRD Sulsel juga mengemuka agar reklamasi di CPI dihentikan sementara sebelum Raperda disahkan menjadi Perda.
Terkait hal itu, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menilai ada kejanggalan di balik megaproyek CPI Makassar tersebut. Karena, meski ditentang berbagai pihak, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel bersama pihak ketiga pemenang tender, yakni KSO Ciputra Yasmin tetap bersikukuh melanjutkan penimbunan.
“Bahkan, dari data yang beredar, pengerukan pasir laut di Perairan Galesong itu diserahkan kepada PT Boskalis Internasional dari Belanda, yang bekerja menghisap pasir di laut sehingga dinilai telah mengganggu ekosistem dan biotalaut,” ujar Uchok di Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Dugaan adanya potensi korupsi di megaproyek itu, menurut Uchok, cukup besar. Hal itu bisa dilihat dari besarnya anggaran yang digunakan dan melibatkan banyak pihak, mulai dari yang dijalankan oleh pemerintah maupun ada yang dilakukan oleh pihak swasta.
Di sisi lain, Direktur CBA juga menyinggung soal dinasti politik yang terjadi di Sulsel. Bukan karena saat ini Sulsel sedang menggelar Pemilihan Gubernur (Pilgub) sehingga Uchok menghubungkan antara megaproyek CPI dengan dinasti politik.
“Tapi memang faktanya, di mana ada dinasti politik di sebuah wilayah, di situ pula pusaran korupsi besar kerap muncul hingga menyebabkan kerugian negara dalam jumlah besar,” jelas Uchok.
Seperti diketahui, menurut Uchok, setelah Syahrul Yasin Limpo selesai menjabat sebagai Gubernur Sulsel, sang adik, Ichsan Yasin Limpo, seketika maju sebagai Calon Gubernur Sulsel. “Politik dinasti seperti ini yang perlu diwaspadai karena seringkali hanya untuk melanggengkan kekuasaan,” tegasnya.
Sementara, lanjut Uchok, jika memang ditemukan dugaan kerugian negara dalam megaproyek CPI Makassar, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk membongkar kasus tersebut hingga ke akar-akarnya. “Saya yakin, tidak lama lagi KPK akan bergerak ke Kota Makassar untuk membongkar kasus CPI,” yakin Uchok.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengungkapkan kasus megaproyek CPI Makassar terus diselidiki. KPK terus memantau perkembangan proyek reklamasi di pesisir pantai Makassar itu.
“Soal kasus reklamasi (CPI) itu masih kami selidiki. Bagaimana sikap KPK melihat itu, ya masih dalam proses,”ujar Laode di sela diskusi penguatan anti-korupsi Kota Makassar, belum lama ini.
Laode menjelaskan, dalam proyek reklamasi CPI, KPK tidak menampik potensi korupsi pastinya ada. Namun, harus ditelusuri dan didalami betul, apakah benar ada unsur memperkaya diri dan orang lain yang mengakibatkan negara merugi.
“Unsur korupsinya harus dilihat betul. Reklamasi di Indonesia kan banyak, ada yang private sector dan ada pemerintah. Nah, tidak serta merta uang pemerintah jadi (kasus) korupsi kalau peruntukannya benar,” ulas akademisi dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar itu.
Proyek reklamasi pesisir pantai Makassar melalui pembangunan CPI telah dimulai sejak 2009. Megaproyek itu dilaporkan ke KPK oleh Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia dan Koalisi Masyarakat Anti-Korupsi (KMAK) Sulsel yang menilai besarnya potensi kerugian negara atas pengerjaan CPI. Ditaksir kasus CPI itu merugikan negara hingga Rp 15 triliun.
Artikel ini ditulis oleh: