Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi V DPR RI Ade Rizki Pratama, menilai operasional jasa ojek online harus diatur dalam regulasi yang jelas, sehingga ada keseimbangan antara pengendara dan perusahaan aplikator.
“Pengendara ojek online sesungguhnya adalah mitra kerja bagi perusahaan aplikator, tapi praktiknya menjadi bawahan,” kata Ade Rizki saat Komisi V DPR RI menerima pengaduan perwakilan pengendara ojek online serta Forum Peduli Transportasi Online (FPTO), di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (23/4).
Rapat dengar pendapat umum (RDPU) tersebut dipimpin oleh Ketua Komisi V DPR RI Farry Djemi Francis, didampingi para wakil ketua Komisi dan dihadiri sejumlah anggota Komisi.
Menurut Ade Rizki, regulasi tersebut dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Pemerintah (PP).
Pengendara ojek online sebagai mitra kerja perusahaan aplikator, kata dia, seharusnya dalam posisi seimbang, tapi praktiknya menjadi bawahan karena ordernya ditentukan sepihak oleh perusahaan aplikator.
“Apabila ada kesalahan, maka pengendara ojek dihentikan sementara ordernya juga secara sepihak,” katanya.
Politisi Partai Gerindra ini melihat perkembangan jasa transportasi online di Indonesia, sangat tidak seimbang antara perusahaan aplikator dengan pengendara ojek online.
Ade Rizki melihat, Indonesia menjadi pasar sangat besar bagi perusahaan pemegang aplikasi dunia untuk transportasi online.
Perusahaan pemegang aplikasi, kata dia, semakin banyak pengendara ojek online semakin memperoleh profit dan sebaliknya pengendara ojek semakin kesulitan memperoleh pendapatan.
Pada kesempatan tersebut, Ade Rizki mengusulkan perlu adanya pembatasan jumlah armada ojek online sehingga ada keseimbangan antara jasa pelayanan dan jumlah konseumen.
Pada kesempatan tersebut, perwakilan pengendara ojek online yang didampingi oleh FPTO melakukan audiensi dengan anggota Komisi V DPR RI, setelah sebelumnya melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung MPR/DPR/DPD RI, di Jalan Gatot Subroto, Jakarta.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: