Yogyakarta, Aktual.com – Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, yakin pemerintah tidak akan melarang penyampaian tema-tema politik di masjid.
“Tidak mungkin pemerintah melarang itu, ‘ndak’ mungkin. Itu hanya tanggapan-tanggapan,” kata Gatot usai berbicara dalam Dialog Kebangsaan bertajuk “Menjaga Perdamaian dan Kesatuan Bangsa Indonesia” di Masjid Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (4/5).
Menurut Gatot, jika harus dilarang, yang dilarang untuk disampaikan di masjid adalah ujaran-ujaran yang mengadu domba serta menghasut ke arah yang tidak benar. “Kalau politik, politik itu tujuannya mulia, hanya disalahartikan saja,” kata dia.
Ia mengatakan berbagai bidang ilmu mulai dari kedokteran, perbintangan, hingga politik seluruhnya ada di dalam Al-Quran. Oleh sebab itu, ia menilai aneh jika politik dilarang di masjid, pasalnya surat-surat Al-Quran juga ada yang membahas mengenai pemerintahan.
“Sekarang, masjid ini contohnya, akan melaksanakan shalat tarawih, di mana sepanjang bulan Ramadhan ini tarawihnya (membaca surat Al-Quran) sampai 30 juz. Di masjid tidak boleh politik kan, imamnya membacakan surat An-Naml, surat semut, Nabi Sulaiman, itu kan (tentang) pemerintahan kan, (bisa) ditangkaplah dia,” kata dia.
Selain itu, menurut Gatot, Nabi Muhammad SAW sebagai panutan umat Islam juga pernah menyampaikan soal politik dan pemerintahan di Masjid Nabawi, Madinah.
“Oleh karena itu, perlu dipertanyakan apabila ada pelarangan politik di masjid. Jika ada yang melarang penyampaian politik di masjid, satu, kalau dia Umat Muslim dia tidak tahu tentang agama. Kedua, kalau (dia) bukan umat Muslim maka sok tahu agama Islam, kan gitu,” kata Gatot.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi mengatakan tidak ada larangan dalam ajaran agama untuk menjadikan masjid sebagai tempat pendidikan politik asal menggunakan nilai dan etika yang baik.
Adapun yang dilarang soal politik di masjid, menurut Zainut, adalah ketika tempat ibadah umat Islam itu dijadikan tempat kegiatan politik praktis, misalnya untuk kampanye, mengajak atau mempengaruhi untuk memilih atau tidak memilih calon.
“Termasuk menjelekkan, menyampaikan ujaran kebencian, memfitnah serta melakukan provokasi untuk melawan pemerintahan yang sah,” kata dia.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: