Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin (kanan) didampingi sejumlah pejabat Kemenag, mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/1). Lukman Hakim Saifuddin kaget menerima kabar lima fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat condong setuju isu lesbian, gay, biseksual, dan transgender atau LGBT. Pembahasan LGBT ini masuk dalam Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menag menegaskan LGBT harus ditolak karena bertentangan dengan ajaran agama. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengingatkan berpolitik praktis di tempat-tempat ibadah dilarang karena berpotensi memecah belah umat.

“Undang-Undang yang ada secara tegas mengatakan bahwa rumah ibadah tidak boleh digunakan sebagai tempat berpolitik praktis,” ujarnya di sela-sela kunjungannya ke Mubarokfood Kudus, Jawa Tengah, Sabtu (5/5).

Jika politik praktis dan pragmatis dilakukan di rumah-rumah ibadah, kata dia, berpotensi membelah umat.

Pasalnya, kata dia, umat memiliki perbedaan pandangan karena aspirasi politik praktis umat beragama berbeda-beda, bahkan dalam satu rumah ibadah sekalipun.

Berbeda ketika membicarakan politik dalam pengertian substantif, kata dia, tentunya tidak akan dilarang.

“Jangankan di rumah ibadah, di semua tempat wajib memperjuangkannya,” ujarnya.

Politik substansif yang dimaksudkan, yakni menegakkan keadilan, memenuhi hak-hak dasar setiap manusia, dan mencegah kemungkaran.

Hal itulah, lanjut dia, yang dimaksudkan sebagai politik substantif yang wajib diperjuangkan di manapun umat berada.

Oleh karena itu, kata dia, semua pihak, khususnya elit politik harus jelas ketika mengatakan berpolitik di rumah ibadah itu menjadi kewajiban.

“Harus dipertegas yang diperbolehkan politik substansif bukan politik pragmatis,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby