Kendaraan pemudik merayap di pintu keluar tol Pejagan-Pemalang di Banjar Anyar, Brebes, Sabtu (11/7). H-6 tol Pejagang-Pemalang mulai dibuka pada pukul 10.00 WIB akibat jalur pantura mulai padat dan volume kendaraan pemudik meningkat. ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah/asf/foc/15.

Cirebon, Aktual.com – Pengalaman arus mudik 2016 masih membekas pada setiap orang yang pernah mengalami trauma kemacetan parah di wilayah Jawa Tengah, khususnya di tol Pejagan-Brebes dan jalur lintas tengah Pejagan-Purwokerto.

Saat itu pada H-2, antrean mengular dan sesekali terhenti di tengah tol Pejagan sampai Brebes Timur. Cuaca panas menyengat membuat pemudik merasakan “horor” kekurangan air, kebelet buang air, kekurangan bahan bakar dan kaki kram pada sejumlah sopir kendaraan manual.

Hal serupa juga dirasakan pemudik yang mengambil jalur lintas tengah dari Pejagan menuju Purwokerto. Di jalur itu yang cuma dua lajur tanpa media itu kendaraan antre membentuk tiga antrean dari Pejagan sampai belokan Ketanggungan. Pengendara mobil perlu waktu tiga jam untuk berjalan sepanjang enam kilometer itu.

Walaupun polisi sudah memberlakukan satu arah, selepas belokan di Ketanggungan itu antrean masih berlangsung sepanjang 36 kilometer sampai Klonengan, Prupuk, Kabupaten Tegal. Perlu waktu 12 jam untuk lepas dari jalur itu sepanjang 42 kilometer.

Ternyata pangkal kemacetan adalah adanya empat titik perlintasan kereta api sebidang pada ruas jalan Margasari sampai Bumiayu. Saat itu kereta melintas setiap 15 menit sekali. Belum lagi akibat pertemuan arus dari Slawi menuju Bumiayu.

Pemerintah kemudian mengebut pembangunan empat fly over atau jalan layang dan satu underpass atau terowongan di jalur Prupuk-Bumiayu di persimpangan jalur kereta itu. Namun sampai menjelang musim Mudik 2018, baru empat jalan layang yang berfungsi. Satu terowongan di Karangsawah masih dalam pengerjaan dengan progres konstruksi 17 persen.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara