Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Agus Susanto saat menghadiri pembukaan Rakornas Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintah Desa, Pusat dan Daerah Thun 2018, di Jakarta, Senin (14/5/2018). Dalam rakornas bertema Peningkatan Kapasitas Pemerintahan Desa dan Penguatan Padat Karya Tunai dalam Upaya Pengentasan Kemiskinan di Desa ini, Presiden meminta pemerintah kabupaten dan desa menjaga persatuan NKRI di tengah keragaman suku, budaya dan perbedaan pilihan demokrasi. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pengalaman petahana yang perkasa jauh sebelum pemilu menjadi pelajaran penting bahwa dinamika dukungan bisa berubah dalam waktu cepat. Joko Widodo selaku petahana terbilang masih kuat karena public exposurenya.

Sementara lawannya masih tiarap menunggu momen dan memastikan tiket untuk bertarung. Gerakan oposisi yang masif dan terstruktur baru dimulai. Tagar #2019GantiPresiden sekejap mulai populer dan disukai oleh publik.

Belum lagi, sejumlah isu bisa melemahkan Jokowi diantaranya isu ekonomi, tenaga kerja asing dan Islam politik. Bisakah Jokowi dikalahkan? Probabilitynya 50 vs 50. Jokowi bisa dikalahkan jika kekuatan oposisinya bersatu?

Bila demikian, sebelas bulan lagi menjelang Pilpres capres lain bisa mengalahkan Jokowi? Terlebih, Jokowi terbilang masih terkuat sebagai capres. Namun juga makin goyah. Jokowi masih bertengger di posisi teratas elektabilitas capres dengan angka 46.0 persen.

“Capres lainnya termasuk Prabowo masih jauh dibawah Jokowi. Namun jika semua elektabilitas para capres tersebut digabung (12 nama) maka angkanya mencapai 44.7 persen. Artinya hanya berbeda 2 persen saja, antara elektabilitas Jokowi versus elektabilitas semua capres lainnya,” kata kata Peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfarab, Senin (14/5).

Artikel ini ditulis oleh:

Antara