Jakarta, aktual.com – Kementerian Agama telah melansir 200 nama mubaligh yang direkomendasikan mengisi ceramah-ceramah dan kegiatan agama bagi masyarakat. Pengumuman 200 nama ini pun langsung menuai kontroversi.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera misalnya. Ia mengkritisi keputusan Kemenag merekomendasikan 200 nama mubalig kepada masyarakat secara resmi. Menurutnya, sikap Kemenag justru berpotensi memecah belah masyarakat dan menjadi ladang subur berkembangnya terorisme.
“Jangan membatasi yang lain, karena nanti kesannya kita ini menjadi negara yang suka memisah-misahkan. Langkah pemerintah ini bagi saya justru membuat kita semakin terpecah belah,” kata Mardani kepada wartawan usai menjadi narasumber acara diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/5).
Masih dikatakan dia, jika masyarakat nantinya terkotak-kotak, dia mengatakan, justru akan menjadi ladang subur bagi perkembangan paham terorisme. Karena itu, anggota DPR RI itu mengusulkan kepada pemerintah untuk membuat catatan informasi tentang para ulama.
“Usul saya, sebut mana ustaz yang catatannya satu, dua, tiga. Kemudian panggil dulu, sebab kan kita juga ada lembaga Majelis Ulama Indonesia (MUI). Maka jangan dulu memakai pendekatan formal struktural,” sebut dia.
Mardani juga menyarankan komunikasi dengan para ulama terkait secara informal dan personal. Sebab, ia menilai, antara pemerintah dan para ulama hanya kurang menjalin komunikasi saja.
“Jangan pernah berpikir bahwa ulama selain yang 200 nama itu buruk. Nanti akan timbul reaksi lagi oleh masyarakat. Usul saya, pemerintah tidak usah masuk ke situ. Karena kalau yang mengumumkan soal ulama ini bukan MUI, menurut saya ini keluar dari tupoksi,” pungkasnya
Sebelumnya diberitakan, Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin mengatakan, rekomendasi ini dikarenakan dorongan dari sejumlah kalangan yang bertanya-tanya mengenai mubaligh yang pas mengisi acara di bulan Ramadhan. Menurut Lukman, ada tiga aspek penting mengapa 200 mubaligh ini direkomendasikan.
Pertama, para mubaligh mempunyai kompetensi tinggi terhadap ajaran agama Islam. Kedua, punya pengalaman yang cukup dalam berceramah, karena menjadi penceramah tidak hanya penguasaan konten tapi juga keterampilan dalam menyampaikan isi pesan ke masyarakat. Ketiga, terbukti bahwa yang bersangkutan memiliki komitmen kebangsaan yang tinggi.
Artikel ini ditulis oleh:
Novrizal Sikumbang