Jakarta, Aktual.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah mengeluarkan putusan terkait dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan ketua dan anggota KPUD Kabupaten Puncak, Papua, Erianus Kiwak dan Aten Mom, pada Kamis (24/5) lalu.

Dalam sidang dengan perkara nomor 62/DKPP-PKE-VII-2018 yang digelar digelar di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Ketua DKPP, Harjono mengatakan bahwa teradu II Aten Mom, selaku anggota KPU Kabupaten Puncak dan teradu III, Erianus Kiwak, selaku ketua merangkap anggota KPU Kabupaten Puncak telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.

Kesimpulan itu diambil berdasarkan penilaian atas fakta di persidangan, setelah memeriksa keterangan pengadu, memeriksa dan mendengar jawaban para teradu dan memeriksa bukti-bukti dokumen yang disampaikan pengadu dan para teradu.

“DKPP berwenang mengadili pengaduan pengadu. Pengadu memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengaduan a quo. Teradu I tidak terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu. Teradu II dan Teradu III telah terbukti melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu,” ujar Harjono.

Sementara itu, teradu I, Manase Wandik, selaku anggota KPU Kabupaten Puncak, tidak terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu.

Berdasarkan kesimpulan itu, DKPP memutuskan untuk mengabulkan pengaduan pengadu untuk sebagian dari, Olivia Pamela Dumatubun, Lembaga Pemantauan Kinerja Komisi Pemilihan Umum.

Adapun keputusan itu, berupa merehabilitasi nama baik teradu I, Manase Wandik, selaku Anggota KPU Kabupaten Puncak terhitung sejak dibacakannya putusan ini.

Sementara itu, untuk teradu II, Aten Mom, selaku anggota KPU Kabupaten Puncak dan teradu III, Erianus Kiwak, selaku ketua merangkap anggota KPU Kabupaten Puncak, DKPP menjatuhkan sanksi.

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada teradu II, Aten Mom, selaku anggota KPU Kabupaten Puncak sampai membuat surat permohonan cuti sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), karena menjadi Anggota KPU Kabupaten Puncak yang dibuktikan dengan tanda terima dari instansi yang berwenang paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak dibacakannya putusan,” kata Harjono membacakan putusan.

“Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada teradu III, Erianus Kiwak, selaku ketua merangkap anggota KPU Kabupaten Puncak sampai membuat surat pengunduran diri sebagai CPNS atau mundur sebagai penyelenggara pemilu yang dibuktikan dengan tanda terima dari instansi yang berwenang paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak dibacakannya putusan ini,”.

Setelah membacakan putusan itu, DKPP memerintahkan KPU Provinsi Papua untuk menindaklanjuti putusan ini paling lama 7 (tujuh) hari sejak putusan dibacakan; dan memerintahkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini.

Sebelumnya, tiga komisioner KPU Kabupaten Puncak disinyalir melakukan pelanggaran kode etik setelah meloloskan pasangan calon tunggal di Pilkada 2018. Pasangan calon tunggal tersebut, yaitu Willem Wandik-Alus Uk Murib.

Namun, belakangan diketahui Alus Uk Murib menggunakan ijazah palsu saat mendaftar sebagai cawabup di Pilkada Kabupaten Puncak. Pengadila Negeri Nabire resmi memvonis Alus Uk Murib sebagai terpidana dengan menggunakan ijazah palsu, pada 27 Maret silam.

Majelis hakim memberikan putusan 1 tahun perkara dengan nomor 41/pid.sus/2018 kepada terdakwa Cawabup Puncak atas nama, Alus Uk Murib.

Willem-Alus merupakan pasangan calon (Paslon) tunggal dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Puncak 2018. Tidak hanya itu, pihak KPUD Puncak juga diduga telah menutup rapat-rapat pintu pendaftaran bagi pasangan calon lainnya, yaitu Refinus Telenggen-David Ongomang, guna memuluskan langkah Paslon tunggal dalam Pilkada Puncak 2018.

Sehari sebelum putusan DKPP dibacakan, KPUD Puncak melangsungkan rapat pleno untuk menetapkan pengganti Alus, Pellinus Balinal, sebagai pendamping Willem.

Menanggapi hal ini, kuasa hukum Refinus-David, Laode M. Rusliadi, menegaskan jika putusan DKPP telah mengindikasikan bahwa rapat pleno KPUD Puncak yang digelar di Jakarta, tidaklah sah.

Laode menyebut ada dua fakta yang menguatkan keberpihakan penyelenggara terhadap calon tunggal di Pilkada Puncak.

Menurutnya, diloloskannya berkas Cawabup Alus UK Murib yang sebelumnya berpasangan dengan incumbent Willem Wandik saat pendaftaran.

Sementara itu, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jayapura pada 7 Mei 2018 resmi memvonis Alus sebagai terpidana kasus ijazah palsu dan telah berkekuatan hukum tetap. Bahkan, fakta putusan Pengadilan Tinggi Jayapura bernomor 30/Pid.Sus/2018/PT JAP telah menolak banding yang diajukan Cawabup Alus Murib.

“Yang mana sebelumnya, Alus telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Nabire dengan pidana penjara selama 1 tahun karena menggunakan ijazah palsu saat pendaftaran sebagai Cawabup,” kata Laode saat dihubungi, Jumat (25/5) kemarin.

Diloloskannya cawabup berijazah palsu oleh KPU membuktikan keberpihakan penyelenggara terhadap paslon tersebut. Apalagi, dari tiga Paslon yang awalnya mendaftar, KPU Puncak hanya menetapkan satu paslon, yakni Willem-Alus. Paslon Refinus-David dan satu kandidat independent lainnya dianggap sengaja dijegal oleh penyelenggara.

Fakta kedua, kata Laode, KPU Puncak disebut telah melabrak PKPU dengan memaksakan pleno pergantian Alus sebagai Cawabup dan menetapkan Pellinus Balinal sebagai pasangan pendamping baru bagi calon petahana Willem Wandik di Jakarta, Rabu (23/5/2018) kemarin.

Berdasarkan ketentuan PKPU nomor 3 Tahun 2017 pasal 82 huruf (a), vonis pidana bagi kandidat yang telah berkekuatan hukum tetap harus segera direspons dan disepakati oleh gabungan parpol pengusung dengan menunjuk calon pengganti terhitung 7 hari pasca putusan inkrah ditetapkan.

“Akan tetapi, penunjukan calon pengganti oleh parpol pengusung Willem-Pellinus berdasarkan tenggang waktu 7 hari telah melewati batas waktu sehingga dinyatakan gugur berdasarkan aturan,” ujarnya.

Selain itu, kata Laode, sehari pasca pleno KPU Puncak, DKPP lalu menonaktifkan sementara Ketua KPU Puncak, Elianus Kiwak dan satu Komisioner lainnya, Aten Mom, karena merangkap sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

“Fakta dua komisioner KPU merangkap sebagai ASN jelas telah mencederai netralitas penyelenggara di Pilkada Puncak. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami menganggap SK yang telah ditetapkan KPU Puncak tidak sah karena menyalahi prinsip independensi,” ujarnya.

Diketahui, sidang dengan agenda pembacaan putusan terhadap komisioner KPU Puncak dengan perkara nomor 62/DKPP-PKE-VII-2018 telah digelar di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Kamis (24/5/2018) sore.

DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada teradu, Aten Mom, selaku anggota KPU Kabupaten Puncak sampai membuat surat permohonan cuti sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), karena menjadi Anggota KPU Kabupaten Puncak yang dibuktikan dengan tanda terima dari instansi yang berwenang paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak dibacakannya putusan.

DKPP juga menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara kepada teradu, Erianus Kiwak, selaku ketua merangkap anggota KPU Kabupaten Puncak sampai membuat surat pengunduran diri sebagai CPNS atau mundur sebagai penyelenggara pemilu yang dibuktikan dengan tanda terima dari instansi yang berwenang paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak dibacakannya putusan tersebut.

Sementara, ketua tim sukses Refinus-David, Pisai Weya mengaku yakin jagoannya bakal diakomodir sebagai peserta di Pilkada Puncak. Pisai menepis jika hanya ada calon tunggal di Pilkada Puncak. Alasannya, KPU RI telah melakukan supervisi terhadap Pilkada Puncak melalui KPU Provinsi Papua perihal tahapan pencalonan Pilkada Puncak 2018.

“Kami optimis berdasarkan kebenaran yang kami perjuangkan. Karena Kecurangan dan keberpihakan yang dilakukan KPU Puncak telah mulai terungkap,” ujar Pisai

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan