Jakarta, Aktual.com – Menteri Sekretaris Kabinet, Pramono Anung meminta tambahan anggaran sebesar Rp 576,2 miliar untuk memenuhi gaji, tunjangan, dana operasional yang mahal dan tinggi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska), Adri Zulpianto pun mengkritisi hal ini. Terlebih, hingga saat ini kantor BPIP tak jelas di mana rimbanya.
“Jadi pada tahun 2019, anggaran untuk BPIP akan berjumlah total sebesar Rp 966,4 miliar. Sedap dan Nikmat sekali, BPIP dalam mengerus keringat rakyat yang berasal dari pajak tersebut,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Sabtu (9/6).
Adri menambahkan, keanehan ini ditambah dengan mundurnya Yudi Latif sebagai Kepala BPIP. Kemunduran Yudi Latif dari posisinya pun dinilai Adri sebagai langkah yang tepat.
Menurutnya, sangat besar kemungkinan jika Yudi Latif tidak menginginkan BPIP hanya menonjol dari segi gaji yang tidak disertai dengan kinerja yang jelas.
“Apalagi saat ini, BPIP bukan lembaga yang dihormati publik, malahanĀ telah menjadi cemoohan atau perdebatan publik. Yang dibuktikan dengan munculnya jargon ‘saya Pancasila, Saya dapat Rp.100 juta’,” jelas Adri.
Ia menambahkan, mundurnya Yudi Latif di tengah usulan kenaikan anggaran yang sangat fantastis tersebut seperti praktik Satya Graha. Satyagraha merupakan perlawanan terhadap kekuatan jiwa, kekuatan terhadap penguasa tirani.
Adri menilai, penambahan anggaran untuk BPIP yang diusulkan oleh Pramono Anung tersebut sebagai bentuk pemerintahan yang tidak memikirkan nasib rakyat.
“Karena saat ini, rakyat masih terjerat persoalan sembako yang mahal, serta biaya listrik dan pajak yang semakin tinggi,” ujarnya.
Penambahan anggaran BPIP ini disebut Adri tak ubahnya seperti penambahan alokasi subsidi untuk BPIP. Hal ini pun memperlihatkan pemerintahan Jokowi sangat memanjakan dan memewahkan para pejabat BPIP.
“Padahal Subsidi bagi kepentingan dan keperluan rakyat setiap tahunnya selalu diamputasi,” tutupnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan