Jakarta, Aktua.com – Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Glenn MS Yusuf menyatakan Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) menyampaikan aset macet saat proses pengajuan “release and discharge” (R&D) atau jaminan pembebasan dari proses maupun tuntutan hukum kepada obligor yang telah memenuhi kewajiban utang ke BPPN.
“Awalnya proses tidak ada masalah, karena semua berjalan lancar sampai dengan penandatangan R&D, dan yang jadi isu pada akhirnya adalah sebagian aset yang dianggap lancar ternyata tidak lancar, tidak sesuai dengan yang dijanjikan,” kata Glenn, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (28/6).
Glenn bersaksi untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Ketua BPPN periode 2002-2004 didakwa bersama-sama dengan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Dorojatun Kuntjoro-Jakti serta pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Itjih S Nursalim dalam perkara dugaan korupsi penerbitan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang merugikan keuangan negara Rp4,58 triliun.
BDNI adalah salah satu bank yang dinyatakan tidak sehat dan harus ditutup saat krisis moneter pada 1998, dan diwajibkan untuk mengikuti Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS) dengan pola perjanjian “Master Settlement Aqcuisition Agreement” (MSAA) di BPPN.
Berdasarkan perhitungan BPPN, BDNI per 21 Agustus 1998 memiliki utang (kewajiban) sebesar Rp47,258 triliun. Sedangkan aset yang dimiliki BDNI adalah sebesar Rp18,85 triliun termasuk di dalamnya utang Rp4,8 triliun kepada petani tambak yang dijamin oleh PT Dipasena Citra Darmadja (DCD) dan PT Wachyuni Mandira (WM) milik Sjamsul Nursalim.
Sedangkan kewajiban yang harus dibayarkan oleh pemegang saham (Jumlah Kewajiban Pemegang Saham JKPS) yaitu Sjamsul Nursalim adalah Rp28,408 triliun, yaitu berupa aset sebesar Rp27,495 triliun ditambah uang tunai sebesar Rp1 triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid