Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika (Aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Menteri-menteri bidang ekonomi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dinilai hanya merespon biasa saja terhadap penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah.

Setidaknya hal ini yang dikemukakan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR, Hafizh Thohir.

“Harus ada action plan yang di luar biasa-biasa saja,” tegas Hafizh pada Minggu (1/7).

Ia menilai upaya Bank Indonesia (BI) menaikkan tingkat suku bunga akhir pekan ini untuk menahan laju penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sudah cukup bagus alias on the track. Namun demikian, langkah ini saja dinilai belum cukup oleh Hafizh.

“Karena upaya tersebut harus langsung disertai dengan kebijakan pemerintah berikutnya yang pro pada penguatan nilai tukar rupiah baik di sektor makro ataupun pada sektor mikro,” sambungnya.

Pada sektor makroekonomi, menurut dia, pemerintah belum berhasil mengatasi defisit selama 3,5 tahun terakhir.

Current account selalu defisit,” jelas politisi PAN ini.

Demikian juga pada asek mikroekonomi, pelaku bisnis dan jasa industri belum juga menunjukkan daya saing yang kuat.

“Coba lihat fakta dan data. Ekspor kita lemah, industri manufaktur juga lemah, daya saing global lemah. Di ASEAN saja kita masuk kelompok daya saing bawah, kalah sama Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Vietnam,” papar Hafizh.

Komponen ekspor pun memiliki kandungan impor lebih dari 50 persen sehingga memerlukan belanja devisa yang cukup besar. Kondisi ini menjadi tidak efektif karena dolar AS selalu defisit di dalam negeri.

Menurut dia, kepercayaan luar negeri yang sudah baik, Indonesia sebagai emerging country, belum terimplementasi dengan baik. Sebab sampai kini kapital yang masuk baik dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun portofolio belum sukses mendorong pembangunan di beberapa sektor.

“Masih seret, APBN menjadi terasa berat sehingga pmrintah harus menerbitkan surat obligasi dan meng-issued bond lagi,” imbuhnya.

Kebijakan seperti ini justru kata dia, akan terus menguatkan dolar AS dan tentu saja melemahkan nilai tukar rupiah. Namun akan berbeda jika pemerintah melakukan genjot produk ekspor, daya saing diperbaiki, memberikan insentif kepada sektor usaha yang pro ekspor, memperbaiki kebijakan devisa bebas.

Terakhir, saran dia, harus ada koordinasi yang solid antar kementerian bidang ekonomi.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan