Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Bener Meriah Ahmadi yang telah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi suap terkait pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh.
“Ahmadi, Bupati Bener Meriah ditahan selama 20 hari pertama di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (5/7).
Ahmadi sendiri telah keluar dari gedung KPK, Jakarta, Kamis sekitar pukul 15.30 WIB, setelah menjalani pemeriksaan sejak Rabu (4/7) malam.
Saat dikonfirmasi awak media, ia menyatakan akan kooperatif mengikuti proses hukum di KPK.
“Saya akan kooperatif terhadap masalah hukum yang sedang saya hadapi. Insya Allah saya juga akan berikan penjelasan yang saya tahu dan yang saya alami karena saya menyangkut dengan alokasi dana khusus untuk Kabupaten. Insya Allah demikian,” kata Ahmadi yang telah mengenakan rompi jingga tahanan KPK itu.
Ia pun mengaku tidak ada barang bukti apapun dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dirinya itu.
“Dalam pencegatan saya tidak ada barang bukti apapun. Uang tidak ada hanya ada bundel perencanaan alokasi dana khusus yang berasal dari unit pelayanan terpadu yang sistem itu siapapun bisa mengakses. Namun, penyidik KPK merasa perlu meminta keterangan saya karena terkait OTT terhadap Bapak Gubernur Aceh,” tuturnya.
Ia pun juga tidak mengakui bahwa dirinya telah memberikan kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sebesar Rp500 juta bagian dari Rp1,5 miliar terkait “fee” ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur.
“Bukan saya yang menyerahkan, itu tidak benar. Yang menyerahkan itu kalau tidak salah ajudan saya sama pengusaha dari kabupaten saya,” ucap Ahmadi.
Selain Ahmadi, KPK pada Kamis juga menahan satu tersangka lainnya, yakni T Syaiful Bahri dari pihak swasta selama 20 hari pertama di Rutan Polres Metro Jakarta Selatan.
KPK total menetapkan empat tersangka dalam kasus suap terkait pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) Tahun Anggaran 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh.
Empat tersangka itu antara lain Gubernur Aceh Irwandi Yusuf (IY) dan Bupati Bener Meriah Provinsi Aceh Ahmadi (AMD) serta dua orang dari unsur swasta masing-masing Hendri Yuzal (HY) dan T Syaiful Bahri (TSB).
“Diduga sebagai penerima IY, Gubernur Provinsi Aceh, HY swasta, TSB swasta. Diduga sebagai pemberi AMD, Bupati Kabupaten Bener Meriah,” ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/7) malam.
Diduga, kata Basaria, pemberian oleh Bupati Bener Meriah kepada Gubernur Aceh sebesar Rp500 juta bagian dari Rp1,5 miliar yang diminta Gubernur Aceh terkait “fee” ijon proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) pada Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2018.
“Diduga pemberian tersebut merupakan bagian dari komitmen ‘fee’ delapan persen yang menjadi bagian untuk pejabat di Pemerintah Aceh dari setiap proyek yang dibiayai dari dana DOKA,” ucap Basaria.
Ia menyatakan pemberian kepada Gubernur dilakukan melalui orang-orang dekat Gubernur Aceh dan Bupati Bener Meriah yang bertindak sebagai perantara.
“Menurut informasi sementara dari tim lidik kami, pemotongan itu dilakukan sekitar 10 persen yang dua persen untuk tingkat kabupaten kemudian delapan persennya itu adalah untuk tingkat provinsi. Ini kemudian yang dibagi ke mana-mana, kami belum tahu,” tuturnya.
Basaria menyatakan tim KPK masih mendalami dugaan penerimaan-penerimaan sebelumnya.
Dalam kegiatan operasi tangkap tangan terkait kasus itu, KPK total mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sebesar Rp50 juta dalam pecahan seratus ribu rupiah, bukti transaksi perbankan Bank BCA dan Bank Mandiri, dan catatan proyek.
KPK pun telah terlebih dahulu menahan Irwandi dan Hendri di dua tempat yang berbeda selama 20 hari ke depan. Irwandi ditahan di Rutan Cabang KPK�Rutan Cabang KPK di belakang gedung Merah Putih KPK.
Sedangkan Hendri ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Ahmadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Irwandi Yusuf, Hendri Yuzal, dan T Syaiful Bahri disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan