Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli (kiri) menyampaikan soal Pasal 222 UU Pemilu terkait ambang batas presiden (presidential threshold) 20 persen di Pilpres 2019 digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Senin (9/7/2018). Jika ambang batas capres 20 persen dihapuskan, eks Menko Kemaritiman Rizal Ramli meminta Presiden Joko Widodo tidak khawatir. Rizal Ramli mengajukan supaya PT (presidential threshold) itu nol. Kemudian ada kekhawatiran kalau (PT-nya) nol calonnya banyak. Jika PT tersebut menjadi nol persen, tidak perlu ada barter politik. Dia juga meminta Presiden Jokowi tak perlu takut jika PT 20 persen dihapuskan. Sebab Jokowi termasuk tokoh yang diunggulkan. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Kandidat Calon Presiden (Capres) Rizal Ramli mengakui jika niatnya maju sebagai Capres karena terinspirasi oleh dua pemimpin dunia. Tokoh pertama adalah Presiden Perancis, Emmanuel Macron.

Macron yang terpilih sebagai Presiden Perancis pada tahun lalu, disebut Rizal merupakan tokoh inspiratif yang membuatnya maju menjadi salah satu penantang Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun depan.

“Saya baru sadar saat pemilihan Presiden Perancis, (Emmanuel) Macron. Partai besar dan tokoh besar tidak disukai. Oleh karena itu apa yang dilakukan Marcon. Dia bikin partai, ada 200 ribu anggota di Facebook,” ujar RR di Jakarta Selatan, Senin (9/7).

RR menambahkan, Macron hanya memfasilitasi rakyat yang menginginkan perubahan. Lalu, ia pun mendaftara sebagai anggota parlemen setempat. Padahal, partainya berada di level bawah.

“Boleh ikut pemilu karena rakyat pribadi mau perubahaan. Habis itu lalu pemilihan anggota DPR. Ternyata partai guremnya Macron menang besar, jadi partai mayoritas. Itulah sistem presidensil,” terang pria yang pernah menjabat sejumlah posisi menteri itu.

Tokoh kedua adalah mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew. RR pun mengungkapkan pertemuannya dengan PM Singapura Lee Kuan Yew sekitar empat tahun lalu.

Saat itu, Lee sempat menanyakan kepada RR terkait sistem pemilu di Indonesia. Apakah di Indoensia menerapkan presidensiil atau parlementer? Jawaban Lee pun sangat tak terduga dan mengejutkan RR.

“Kata dia (Lee), Indonesia tidak presidensil tapi parlementer. UU presidensil tapi parlementer. Kita (Indonesia) milih legislatif, lalu memilih Presiden,” kisah RR.

Dengan demikian, RR mengatakan mayoritas parlemen tidak perlu dagang sapi. Artinya, Menteri yang tidak ada keahlian, tidak perlu mengeluarkan uang.

“Artinya pilih dulu presiden, tiga bulan kemudian parlementer. Barulah saya mengerti pertanyaannya Lee,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan