Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO), Ketua Dewan Pembina Partai Hanura Wiranto dan Sekjen Partai Hanura Herry Lontungsebelum saat acara syukuran partai di kediaman OSO, Jalan Karang Asem Utara, Kuningan Timur, Jakarta Selatan, Kamis (22/2/2018). Partai Hanura resmi mencalonkan Wiranto sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2019, yang disampaikan langsung oleh Ketum Hanura Oesman Sapta Odang. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang (OSO), Petrus Selestinus menyebut Ketua Dewan Pembina Partai Hanura yang juga Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, telah menjadi noda hitam bagi pemerintahan Jokowi.

Petrus mengatakan, tudingan ini karena adanya penyalahgunaan kekuasaan yang digunakan Wiranto terkait penyelesaian kisruh Partai Hanura.

Menurut Petrus, Wiranto telah mengundang salah satu pejabat Mahkamah Agung (MA), bersama sejumlah pejabat terkait lainnya, untuk hadir dalam Rapat Koodinasi Terbatas (Rakortas) tingkat Menteri guna menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta No. 24/G/2018/PTUN-JKT yang dikeluarkan pada tanggal 26 Juni 2018 lalu.

Padahal, lanjutnya, putusan itu belum memiliki kekuatan hukum yang tetap.

“Pertemuan terlarang Wiranto dengan pejabat Mahkamah Agung membuat noda hitam dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi,” ujar Petrus dalam kerangan tertulis, Selasa (10/7).

Setelah pertemuan itu, Wiranto kemudian mengirimkan surat kepada OSO yang merupakan Ketua Umum Hanura. Namun, yang jadi masalah adalah surat yang dikirim OSO dibuat Wiranto dengan menggunakan kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina Hanura, bukan sebagai Menkopolhukam.

Menurut Petrus, surat Nomor 001/DewanPembina/HNR/VII/2018, tanggal 5 Juli 2018 sebagai bukti Wiranto melakukan praktik penyalahgunaan wewenang eksekutif yang dilarang oleh UUD 1945, UU Kekuasaan Kehakiman dan UU Adminsitrasi Pemerintahan.

Dijelaskannya dalam UU Administrasi Pemerintahan, persoalan penyalahgunaan wewenang dibagi tiga kategori, yakni melampaui wewenang, mencampuradukan wewenang dan bertindak sewenang-wenang.

Wiranto, kata Petrus, selaku Menkopolhukam dan ketua dewan pembina partai sudah nyata-nyata berada dalam zona larangan penyalahgunaan wewenang seperti tiga kategori tersebut.

“(Buktinya), pertama Wiranto bertindak melampaui wewenang karena telah mengundang Mahkamah Agung dan Ketua PTUN Jakarta (dan) membangun kesepakatan atas perkara yang sedang berjalan. Dimana Wiranto memiliki konflik kepentingan atas perkara di PTUN Jakarta,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan