Jakarta, Aktual.com – Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang akan mendampingi Joko Widodo masih menjadi teka-teki hingga kini.
Para partai politik (parpol) pendukung Jokowi yang kompak menunggu pembahasan ini usai Pilkada serentak 2018, kini tampak mencari aman.
Demikian halnya dengan Partai Golkar yang dipimpin oleh Airlangga Hartarto, yang sedang ke sana kemari untuk mencari dukungan dan kawan koalisi untuk Pilpres 2019..
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Golkar, Dave Laksono pun tak membantah jika partainya akan mencabut dukungan kepada Jokowi dalam Pilpres nanti.
Meskipun sudah menetapkan dukungan kepada Jokowi sejak masih dipimpin oleh Setya Novanto pada 2016 silam, bukan tidak mungkin partai berlogo pohon beringin itu mejadi lawan Jokowi.
“Karena itu sudah kebijakan Munas, jadi ngerubahnya itu ya harus di Munas, bukan pakai twitter,” kata Dave seraya berkelakar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (12/7).
Pencabutan ini disebabkan tidak terpilihnya Airlangga sebagai pendamping Jokowi. Sebagaimana diketahui, Menteri Perindustrian itu memang tengah giat melancong ke parpol lain usai pelaksanaan Pilkada serentak 2018 lalu.
Dari informasi yang didapat Aktual, kandidat Cawapres Jokowi telah mengerucut kepada dua nama, yaitu Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin dan Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko.
Sebelumnya, Airlangga telah menyambangi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin di kantor DPP PKB pada 4 Juli lalu. Usai pertemuan itu, Airlangga dan Cak Imin sepakat untuk memperkuat hubungan antara kedua partai yang dipimpinnya, sembari ‘memamerkan’ tiket VIP untuk Pilpres.
Usai menemui Cak Imin, giliran Ketua Umum Partai Demokrat, yang menjadi ‘target’ Airlangga. Airlangga menemui SBY di Jakarta, pada 10 Juli 2018, atau hanya enam hari setelah bertemu Cak Imin.
“Sudah fixed, Pak Airlangga Cawapres dari Golkar,” tegas Dave.
Terkait pencabutan dukungan Jokowi, Dave mengakui jika hal ini hanya dapat dilakukan dengan mengadakan forum yang selevel dengan forum yang menjadi disepakatinya dukungan Golkar untuk Jokowi.
Menurutnya, Munas dapat diselenggarakan dengan syarat adanya permintaan dari 23 atau dua per tiga DPD Golkar seluruh Indonesia.
“Kalau misalnya (keputusan Golkar) berubah, ya harus melalui munas lagi,” tutup Dave.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan