Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyebutkan lima hal yang harus dipenuhi kandidat Calon Presiden agar mendapat dukungan dari partainya.
Salah satu syarat yang diminta adalah terkait ideologi Pancasila. Menurut SBY, Capres yang akan didukung Demokrat harus memahami Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Sekilas, hal ini mungkin dinilai wajar oleh sebagian orang, mengingat Pancasila memang sudah menjadi ideologi dan dasar negara Indonesia.
Namun, hal demikian tidak berlaku bagi Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus. Petrus menganggap, SBY dan Demokrat telah menggunakan Pancasila sebagai ‘obyek politik’.
“(Ini) merupakan tindakan ‘pelecehan’ terhadap Pancasila sebagai Ideologi Negara yang sudah dijamin dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945,” kata Petrus dalam keterangan tertulis yang diterima Aktual, Senin (16/7) malam.
Sebagaimana diketahui, syarat-syarat yang disebutkan oleh SBY beredar dalam sebuah video yang disebarluaskan oleh akun Suara Demokrat melalui aplikasi Youtube, pada 12 Juli 2018.
Dalam Video berdurasi 13 menit 59 detik itu , SBY menyebutkan jika Demokrat igin mengikat Capres dan Cawapres dengan sebuah ‘kontrak politik’ yang salah satu isinya adalah Pancasila. Tujuan dari disebutkannya aspek ideologi ini, kata SBY, agar nantinya Capres dan Cawapres dari Demokrat tidak membuka ruang bagi ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, seperti komunisme dan terorisme misalnya.
Petrus menuturkan, menjadikan Pancasila sebagai obyek dari kontrak politik dalam penjaringan Capres dan Cawapres, sama saja dengan menjadikan ideologi Pancasila dalam posisi pilihan yang fakultatif, atau tidak tegas antara ‘boleh memilih’ dan ‘tidak memilih’ syarat yang diajukan.
Ia menambahkan, hal ini membuat posisi Pancasila tidak berbeda dengan obyek perjanjian yang dalam lalu lintas ‘Hukum Perjanjian’ bisa ditawar, dikurangi atau ditiadakan sama sekali, tergantung kesepakatan.
“Ini yang berbahaya, karena Ideologi Pancasila hanya dilihat sebagai alat untuk tawar menawar dalam sebuah kontrak poltik, sebagaimana kontrak-kontrak lainnya dalam dunia perjanjian, yang jika dianggap cocok oleh para pihak maka kontrak diterima, ditandatangani dan mudah diingkari. Namun jika tidak cocok ya ditolak atau diabaikan,” paparnya.
Padahal, menurut Petrus, Pancasila telah menjadi konsensus dan diterima sebagai ideologi negara yang mengikat seluruh warga negara Indonesia sejak ia lahir hingga meninggal dunia.
Pancasila, lanjut advokat Persatuan Advokat Indonesia (Peradi) ini, bukanlah sesuatu yang diperhadapkan untuk dipilih atau tidak dipilih, melainkan terlah berlaku secara “erga omnes”, atau berhubungan dengan semua orang, sehingga tidak untuk dijadikan alat tawar menawar dalam penjaringan Capres-Cawapres.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan