Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih (EMS) membantah tuduhan dirinya ikut menintervensi agar salah sat perusahaan ditetapkan sebagai penggarap proyek PLTU Riau-1.
Bantahan itu ia tulisan melalui secarik kertas yang ditulis tangan sebanyak dua halaman dari balik jeruji sel tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia mengatakan dalam proyek tersebut tidak proses tender. Proyek tersebut melalui mekanisme penunjukan langsung dari PLN yang menguasai 51 persen saham.
“Yang saya lakukan adalah membantu proyek investasi ini berjalan lancar. Ini bukan proyek APBN,” tulis Eni dalam surat tertanggal 15 Juli 2018 itu.
Eni memaparkan, dari proyek 35 ribu MW, baru di Riau I PLN menguasai saham 51 persen. PLN hanya menyiapkan equity 10%. Lebihnya, PLN akan dicarikan dana pinjaman dengan bunga yang sangat murah, yakni 4,25 persen per tahun. Dengan begitu, harga jual ke PLN pun murah, sekitar 5,3 sen.
“Sehingga diyakinkan ke depan PLN akan dapat menjual listrik yang murah kepada rakyat,” imbuhnya.
Dengan berbagai kondisi itu, Eni pun meyakini proyek Riau 1 bisa menjadi proyek “contoh” bagi proyek 35 ribu MW. Dia membandingkan proyek ini dengan proyek PLTU Batang, di mana investasi proyeknya mencapai USD 5,2 miliar.
“Sahamnya juga dikuasai swasta secara penuh. Harganya jualnya pun tergolong mahal, di atas 5 sen. Padahal, dengan proyek yang sangat besar itu, 2×1000, seharusnya harga bisa di bawah 5 sen,” kata dia.
Lanjutnya, negara menjamin proyek ini sampai 30 tahun, tanpa ada kepemilikan negara di proyek ini. Selain dengan PLTU Batang, Eni juga membandingkan proyek PLTU Riau 1 dengan PLTU Paiton yang menjual dengan harga di atas 9 sen.
“Luar biasa gilanya. Ada apa dengan proyek ini? Makanya saya perjuangkan proyek Riau I karena saya yakin ada sesuatu yang bisa saya lakukan buat negara ini,” tuturnya.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby