Jakarta, Aktual.com – Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Nyarwi Ahmad, mengatakan bukan tidak mungkin Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) meninggalkan Joko Widodo (Jokowi) dan bergabung dengan koalisi Prabowo Subianto.
“Jika ‘political trade-off’ antara PDIP dan Jokowi dan juga antara keduanya dengan partai-partai koalisi pengusung Jokowi tidak bisa dirumuskan dan disepakati dengan baik dan tidak memenuhi harapan mereka, termasuk elit-elit berpengaruh di PDIP, hal itu bisa saja terjadi,” kata Nyarwi ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (18/7).
Doktor bidang komunikasi politik dan marketing politik lulusan Universitas Bournemouth, Inggris, itu pun menyoroti pertemuan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dengan Ketua nonaktif PDIP Puan Maharani yang terkesan diam-diam.
“Pertemuan Prabowo dengan Puan sangat menarik dan menyimpan sejumlah misteri. Bukan tidak mungkin pertemuan ini memengaruhi arah koalisi dan formasi pasangan capres-cawapres, khususnya di kubu penantang Jokowi,” katanya.
Meski di lingkungan pasar pemilih nama Puan sebagai cawapres, sebagaimana data yang dirilis oleh banyak lembaga survei, tidak dalam daftar capres potensial, bukan tidak mungkin Puan menjadi kuda hitam cawapres penantang Jokowi.
“Kalau arahnya ke situ, maka efek kejutnya di lingkungan partai-partai koalisi luar biasa,” kata Director for Presidential Studies-DECODE UGM itu.
Meski pada tahap awal elektabilitas pasangan Prabowo-Puan kemungkinan rendah, lanjut Nyarwi, bukan tidak mungkin dengan dukungan mesin kampanye politik yang profesional dan ideologis elektabilitasnya bisa terus merangkak dan bisa membahayakan petahana.
Koalisi Gerindra dengan PDIP dalam pemilihan presiden pernah terbangun pada Pilpres 2009. Saat itu kedua parpol mengusung Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebagai capres dan Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto sebagai cawapres.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: