Jakarta, Aktual.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan garis batas dalam salah satu lembaga legislatif, yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
MK melarang masuknya anggota partai politik (parpol) tidak boleh mengisi ruang di DPD dalam Pemilu 2019 dan setelahnya. Hal ini dibacakan Hakim Konstitusi I MK, I Dewa Gede Palguna di Gedung MK, Senin (23/7).
“Untuk selanjutnya, anggota DPD sejak Pemilu 2019 dan pemilu-pemilu setelahnya yang menjadi pengurus partai politik adalah bertentangan dengan UUD 1945,” ujar I Dewa Gede Palguna.
Palguna mengatakan hal tersebut ketika membacakan pertimbangan Mahkamah atas permohonan uji materi Pasal 182 huruf l UU Nomor 7 Tahun 2017 (UU Pemilu) dalam perkara Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang diajukan oleh seorang fungsionaris partai yang ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
Putusan untuk perkara Nomor 30 ini kembali menegaskan bahwa calon anggota DPD tidak boleh berasal dari partai politik.
Dalam pertimbangan putusan tersebut, Mahkamah juga memberikan jawaban terkait dengan anggota partai politik yang pada saat ini juga menjabat sebagai anggota DPD.
Mahkamah dalam pertimbangannya mengakui bahwa ketentuan Pasal 182 huruf l UU Pemilu tidak tegas melarang anggota partai politik menjabat sebagai anggota DPD, meskipun putusan MK sebelumnya tetap menyebutkan bahwa anggota DPD tidak boleh diisi oleh anggota partai politik.
“Sejalan dengan sifat prospektif putusan Mahkamah, maka putusan ini tidak berlaku terhadap yang bersangkutan (anggota DPD yang merupakan anggota partai politik) kecuali yang bersangkutan mencalonkan diri kembali sebagai anggota DPD setelah putusan ini berlaku sesuai dengan Pasal 47 UU MK,” jelas Palguna.
Sementara itu terkait dengan anggota partai politik yang sudah mendaftarkan diri sebagai anggota DPD ke KPU, Mahkamah meminta KPU untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan untuk tetap mencalonkan diri sebagai anggota DPD dengan syarat sudah menyatakan mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik.
Pada sidang sebelumnya, Muhammad Hafidz selaku pemohon berpendapat Pasal 182 huruf I sepanjang frasa “pekerjaan lain’ mengandung ketidakjelasan maksud, sehingga menimbulkan kerugian konstitusional bagi pemohon.
Pemohon merasa anggota DPD yang dijabat oleh fungsionaris partai politik akan mengalami konflik kepentingan di antara dua jabatan tersebut.
Sebagaimana diketahui, setidaknya terdapat puluhan anggota DPD yang menjadi anggota parpol. Yang paling baru adalah bergabungnya 27 anggota DPD yang bergabung ke Partai Hanura pada Januari tahun lalu.
Bedol desa ini terjadi kurang dari sebulan setelah Oesman Sapta Odang (OSO), senator asal Kalimantan Barat, menjadi Ketua Hanura.
Tiga bulan setelah bedol desa ini, OSO terpilih sebagai Ketua DPD RI.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan