Jakarta, Aktual.com – Petahana dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Joko Widodo (Jokowi) diprediksi takkan menyomot Ketua Umum partai politik koalisi yang mendukungnya sebagai Calon Wakil Presiden. (Cawapres) yang mendampingi dirinya pada pesta demokrasi tahun depan.

Figur non parpol seperti mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, diprediksi menjadi kandidat kuat yang bakal dipilih Jokowi.

Hal ini setidaknya yang dikatakan oleh pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin kepada wartawan, Sabtu (28/7).

“Dalam konteks tertentu, analisa saya mengatakan, kemungkinan besar Jokowi tidak akan memilih ketua ketua umum parpol tersebut. Kemungkinan besar Pak Jokowi ini akan memilih tadi (dari nonparpol), menurut dugaan saya ada tiga nama yang saya prediksi ya, Mahfud MD, Moeldoko, atau Sri Mulyani,” kata Ujang.

Menurutnya, kemungkinan itu sama seperti yang dilakukan oleh Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memilih ekonom Budiono menjadi cawapresnya di Pilpres 2009 lalu.

“Ini bisa mengulangi seperti kejadianya Pak SBY ketika 2009 yang lalu ketika maju yang kedua kalinya. Jadi bagaimana Pak SBY memilih Budiono sosok ekonom, non partisan tidak berpartai untuk dipilih menjadi cawapresnya,” ucap Ujang.

“Dalam konteks sekarang juga bisa, disaat elektabilitas Jokowi itu jauh (di atas) terkait dengan Pak Prabowo ya, maka hal tersebut mungkin saja terjadi, artinya Pak Jokowi bisa mengambil cawapres dari nonparpol,” sambungnya.

Saat ditanya soal menguatnya nama Moeldoko sebagai cawapres, ujar Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini menyebut, Jokowi membutuhkan sosok pendamping yang berlatar belakang militer, karena di pilpres nanti, kemungkinan besar yang menjadi lawan politik Jokowi juga berasal dari latar belakang yang sama dengan mantan Panglima TNI tersebut.

Hal ini terkait kemungkinan dua  tokoh besar yang berlatar belakang militer, yakni Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang akan berkoalisi menantang Jokowi di Pilpres.

“Ya betul, yang pertama Jokowi seorang sipil, butuh sokongan atau dukungan sosok eks militer. Yang kedua, lawan-lawan Pak Jokowi dari kalangan militer, misalkan Pak Prabowo, Pak SBY, dan sebagainya. Nah artinya kekuatan militer sebagai kekuatan politik di Indonesia mesti ditarik gerbong itu, entah jadi cawapres dan menjadi yang lain-lain,” ujarnya.

Ia menilai, dipilihnya sosok militer seperti Moeldoko akan memudahkan Jokowi untuk menggenggam militer dalam kekuasaannya.

“Artinya Pak Jokowi ingin memastikan militer dalam genggamannya, maka diambillah sosok Moeldoko ini, karena bagaimanapun Moeldoko pernah menjadi Panglima TNI, dan beliau sebagai tokoh senior juga di tentara,” jelas Ujang.

“Benar yang dikatakan tadi, salah satu rasionalisasi mengambil sosok Moeldoko adalah itu, menjaga stabilitas itu penting dari tentara itu,” tambahnya.

Tak hanya itu, lanjutnya, Jokowi juga menarik sejumlah mantan petinggi militer untuk mengisi beberapa jabatan penting di pemerintahan.

Agum Gumelar adalah contoh yang nyata dari pendapat yang dikatakan Ujang. Ia menyebut hal itu menjadi kekuatan dan benteng bagi Jokowi.

“Jadi semua tentara itu banyak sekarang banyak yang ditarik, diambil untuk membentengi, untuk menjaga kekuatan Jokowi. Karena bagaimanapun tadi saya katakan tentara itu menjadi kekuatan politik di Indonesia,” tandasnya.

Sementara itu, pengamat politik Maksimus Reses berpandangan, Moeldoko merupakan salah satu nama yang layak dipertimbangkan sebagai Cawapres lantaran memiliki pengalaman sebagai pemimpin dalam berbagai instansi, mulai dari Panglima TNI hingga Kepala KSP.

“Dan saya pikir dia juga diterima di sebagian besar kalangan, sehingga sosok dia itu bisa dipasangkan menjadi calon wakil presiden Jokowi,” katanya.

Maksimus sendiri lebih sepakat jika Jokowi dipasangkan dengan figur yang berlatar belakang militer.

“Dia (Moeldoko) seorang militer yang low profile, loyalitasnya tinggi, selain kemampuannya mumpuni,” tuntasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan