Direktur Crisis Center for Rohingya (CC4R) yang juga Anggota DPR -RI F-PKS  Sukamta (kiri), Kordinator Program Kemanusiaan & Solidaritas Dunia islam Laznas Dewan Dawah M.Said (kanan) saat konferensi pers seputar bantuan untuk Rohingya di DPP PKS, Jakarta, Selasa (26/9). Partai Keadilan Sejahtera bersama lebih dari 30 Organisasi Masyarakat menggelar Aksi Bela Rohingya 169 dan pengumpulan dana Rp 1,2 miliar pada Sabtu (16/9). Dana ini akan segera disalurkan melalui lembaga donor yang tergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM). AKTUAL/Humas PKS

Jakarta, Aktual.com – Parlemen Israel, Knesset, telah mengesahkan undang-undang yang menegaskan bahwa Israel adalah negara untuk ras Yahudi. Atas perihal itu, anggota Komisi I DPR RI, Sukamta mengatakan, Israel sebagai bangsa paradoks.

Pasalanya ujar Sukamta, Israel mengaku negara demokratis, tapi jelas-jelas menampakkan diskriminasinya secara sistematis dan legal lewat perundang-undangan.

“Ini sangat bertentangan dengan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang dikeluarkan 4 Januari 1949. Bahkan bertentangan dengan hal yang sangat fundamental dari Deklarasi HAM PBB khususnya Artikel ke-2 yang melarang segala bentuk pembedaan berdasar ras dalam sebuah negara,” kata Sukamta, Minggu (29/7).

Karena itu, Sukamta menyerukan agar status keanggotaan Israel di PBB diturunkan, atau bila perlu dihapus dan dikeluarkan dari PBB.

Ketua DPP PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri (BPPLN) ini menjelaskan bahwa Undang-undang Israel terbaru ini bisa jadi semacam undang-undang payung sekaligus sebagai pelengkap bagi beberapa undang-undang rasis diskriminatif yang sudah diterapkan sebelumnya. Israel pasti sudah punya roadmap negara, dan salah satunya dengan dibuatkan Undang-undang yang rasis dan diskriminatif seperti ini.

“Sikap Israel dari hari ke hari semakin menegaskan bahwa kemerdekaan Palestina adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bangsa dan negara Indonesia harus tetap konsisten melawan sikap Israel yang menjajah, semena-mena dan rasis seperti ini. Tak ada untungnya menghadiri pertemuan dengan petinggi Israel dengan alasan memperjuangkan kemerdekaan Palestina, karena toh sikap Israel menambah kepongahan mereka. Israel tak bisa diajak bicara, karena antara kata dan perbuatan paradoks,” tegas pungkas dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta