Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berjabat tangan dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sebelum melakukan pertemuan tertutup di kediaman Prabowo, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (30/7). Pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut dari komunikasi politik yang dibangun kedua partai untuk Pilpres 2019. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Pakar komunikasi dan marketing politik dari UGM Nyarwi Ahmad menilai narasi politik yang dikembangkan kubu Prabowo Subianto lebih menjual dibanding narasi yang dikembangkan kubu Jokowi.

“Narasi politik yang dibangun di kubu ini kian jelas. Poin-poin yang disampaikan khususnya dalam pertemuan antara SBY dan Prabowo menunjukkan narasi politik yang menjadi antitesis dari pihak petahana,” kata Nyarwi ketika dihubungi dari Jakarta, Rabu (1/8).

Narasi tersebut, lanjut dia, sebenarnya mirip dengan apa yang pernah disampaikan oleh Prabowo dalam Pilpres 2014.

“Narasi populis juga, yang membedakan adalah posisi aktor utama dalam hal ini Jokowi, Prabowo, dan SBY, serta dinamika yang terkait dengan politik identitas, khususnya di kalangan muslim perkotaan dan perkembangan kondisi ekonomi saat ini,” katanya.

Sebagai contoh, dalam konferensi pers di rumahnya dan juga di rumah Prabowo kemarin, SBY secara jelas membangun narasi politik yang menarget kelompok pemilih menengah bawah yang kehidupan ekonominya makin susah.

SBY juga membangun narasi politik yang anti-Islamophobia.

Narasi ini menarget pemilih muslim, tidak hanya yang bergabung dalam gerakan 212 saja, melainkan juga yang tidak puas dengan gaya Jokowi dalam berkomunikasi dengan para ulama, khususnya di kalangan muslim perkotaan.

“Hal tersebut merupakan strategi komunikasi dan marketing politik yang cukup canggih,” kata doktor bidang komunikasi politik dan marketing politik lulusan Universitas Bournemouth, Inggris, itu.

Jika nanti hanya ada dua poros dan kondisi parpol koalisi di dua kubu tersebut tidak berubah dan juga isu-isu yang berkembang di kalangan pemilih yang ditarget tersebut tidak banyak mengalami perubahan maka kubu Jokowi perlu kerja keras lagi untuk biss memenangkan Pilpres 2019.

“Sebagai nonpetahana kubu pendukung Prabowo memiliki lebih banyak ruang untuk bermanuver. Mereka juga disatukan dengan semangat 2019 Ganti Presiden,” kata Nyarwi.

Meski tagar 2019 Ganti Presiden hanya sebatas wacana di kalangan kelas menengah, menurut Nyarwi semangat yang dibangun bisa melahirkan para relawan baru yang lebih solid dan berkekuatan besar yang bisa menggerus kerja-kerja mesin politik Jokowi dan para relawannya.

“Kubu Jokowi harus lebih serius dan punya cara-cara yang lebih inovatif dalam merespons perkembangan tersebut. Tanpa usaha-usaha semacam itu peningkatan elektabilitas Jokowi akan berjalan lambat,” katanya.

“Apalagi jika tanpa didampingi sosok cawapres yang memiliki pasar potensial yang solid,” kata dosen Fisipol UGM itu.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan