Jakarta, Aktual.com – PT Pertamina (Persero) menyatakan bahwa pelaksanaan tugas BBM Satu Harga dari pemerintah sama sekali tidak membebani keuangan perseroan.
“Khusus BBM Satu Harga, ini tugas yang harus dijalankan. Apakah ini membebani? Kalau infrastruktur belum ada tentu membebani, biaya operasional mahal,” kata Plt Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Rabu (1/8) kemarin.
Nicke menjelaskan bahwa saat ini Pertamina tengah mengerjakan 29 proyek infrastruktur untuk mendukung percepatan BBM Satu Harga. Sebagian besar berada di wilayah timur Indonesia.
Pada tahun 2018 ini, Pertamina juga menargetkan ada 67 titik untuk penyaluran BBM Satu Harga, meningkat dari tahun lalu yang sebanyak 54 titik.
“Kami memulai 29 proyek infrastruktur hilir, kebanyakan di wilayah Timur, supaya biaya logistik untuk BBM Satu Harga turun, sehingga bisa menjangkau lebih banyak titik penyaluran untuk saudara-saudara kita di sana,” kata Nicke.
Ia memaparkan penugasan BBM Satu Harga ini merupakan implementasi tiga dari lima prinsip kerja Pertamina, yakni availibility (ketersediaan), accessibility (kemudahan akses), dan affordability (keterjangkauan).
“Prinsipnya bagaimana kita menyediakan energi bagi seluruh rakyat Indonesia, baik umum maupun industri, yang mudah diakses dengan tersebarnya SPBU di seluruh pelosok, serta dengan harga yang terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata dia.
Sejauh ini, Pertamina sebagai BUMN migas mendapat penugasan khusus dari pemerintah untuk menyalurkan BBM Satu Harga di 54 titik di beberapa wilayah seperti Papua Maluku, Sulawesi dan Kalimantan. Wilayah ini memang selama ini sulit mengakses BBM dengan harga normal seperti di Jawa, Bali dan Sumatra.
Adapun permintaan masyarakat akan BBM bersubsidi maupun nonsubsidi masih bisa dipenuhi secara baik oleh Pertamina. Mengacu data Kementerian ESDM, volume BBM bersubsidi tahun 2018 sebesar 16,23 juta kiloliter (KL).
Kementerian ESDM mencatat realisasi penyaluran BBM bersubsidi sampai Mei 2018 totalnya mencapai 6,06 juta KL. Angka itu masih 37 persen dari volume yang ditetapkan di APBN 2018.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan