Juru Bicara KPK, Febri Diansyah (istimewa)

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami pertemuan-pertemuan sejumlah pihak terkait dengan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Untuk mendalaminya, KPK pada hari Rabu (8/8) memeriksa Direktur Operasi dan SDM PT PLN Batubara Djoko Martono sebagai saksi untuk tersangka Johannes Budisutrisno Kotjo dalam penyidikan kasus korupsi suap kesepakatan kerja sama PLTU Riau-1.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah, mengatakan bahwa KPK mengonfirmasi sejauh mana pengetahuan saksi terkait dengan pertemuan-pertemuan sejumlah pihak dalam proyek pembangunan PLTU Riau-1 karena saksi bekerja atau menjabat di salah satu perusahaan yang diduga juga masih masuk dalam skema kerja sama dan dan juga pembangunan PLTU Riau-1.

Selain Johannes yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, KPK juga telah menetapkan satu tersangka lainnya dalam kasus itu, yakni Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih.

“KPK juga sudah memeriksa sejumlah pihak, baik dari perusahaan BUMN, anak perusahaan BUMN, maupun perusahaan asing yang masih menjadi bagian atau mengetahui skema kerja sama PLTU Riau-1 itu,” ungkap Febri di Gedung KPK Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, KPK pada hari Selasa (7/8) memeriksa kembali Direktur PLN Sofyan Basir sebagai saksi untuk tersangka Johannes.

Febri menyatakan bahwa lembaganya masih membutuhkan keterangan Sofyan terkait dengan mekanisme kerja sama terkait dengan pembangunan PLTU Riau-1 dan juga sejauh mana pengetahuannya tentang pertemuan-pertemuan dengan tersangka ataupun pihak lain.

“Termasuk apakah saksi mengetahui atau tidak tentang aliran dana. Itu perlu diperinci lebih lanjut dan juga mengonfirmasi beberapa dokumen-dokumen yang disita sebelumnya tentu yang ada kaitannya,” ungkap Febri.

Sebelumnya, KPK telah mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan kasus itu, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut. Diduga penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen “fee” 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait dengan kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

Penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari Johannes kepada Eni dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 Rp2 miliar, dan 8 Juni 2018 Rp300 juta.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

Adapun peran Eni adalah untuk memuluskan penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf a atau Huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 yang diubah dengan UU No. 20/2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: