Jakarta, Aktual.com – Mantan Kepala Divisi Aset Manajemen Investasi (AMI) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Ary Zulfikar menyebut Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) telah memenuhi kewajibannya sesuai kesepakatan yang tertera dalam Master of Settlement and Acquisition Agreement (MSAA).
Hal tersebut dikatakannya saat dihadirkan menjadi saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang membelit terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (9/8).
Ari menyampaikan keterangan tersebut setelah Hasbullah, pengacara terdakwa Syafruddin mengonfirmasi poin a hasil rapat di KKSK tanggal 17 Maret 2004.
Intinya, sesuai laporan tertulis dan lisan BPPN yang disertai lampiran serta audit BPK tahun 2002, laporan kajian sekretariat KKSK, masukan tim Pengarah Bantuan Hukum (PBH), KKSK menyetujui pemberian bukti penyelesaian sesuai dengan perjanjian pemegang saham dengan BPPN.
“Jadi memang di laporan BPK 2002 juga diuraikan permasalahan utang petambak DCD di FDD E&Y juga ada uraian tentang utang petambak,” ujar Ari membenarkan isi keterangan BAP-nya.
Ia mengatakan, berdasarkan pendapat hukum konsultan hukum LGS yang ditunjuk KKSK, MSAA adalah sah dan mengikat menurut hukum dan berlaku sebagai undang-undang terhadap para pihak dari MSAA. Pihak dalam MSAA sendiri adalah Pemerintah yang dalam hal ini diwakili BPPN dan Sjamsul Nursalim (SN).
Lebih jauh ia mengatakan dalam MSAA disepakati kewajiban yang harus dibayar Sjamsul Nursalim sebesar Rp28,4 triliun. Jumlah tersebut, sambungnya telah dipenuhi oleh Sjamsul Nursalim dengan pembayaran tunai senilai Rp1 triliun dan pembayaran dengan aset berupa 12 perusahaan senilai Rp27,4 trilyun.
Karena sudah memenuhi kewajiban dalam MSAA, sambung dia, maka BPPN atas perintah KKSK memberikan Surat Keterangan Lunas kepada SN sebagai pelaksanaan dari diktum pertama angka 1 Inpres Tahun 2002
Tidak hanya itu, menurut Ary, konsultan keuangan yang diminta BPPN, Ernst and Young untuk melakukan financial due diligence atas aset-aset perusahaan yang diserahkan Sjamsul tidak menemukan adanya misrepresentasi. Bahkan, menurut dia, nilai ke-12 perusahaan yang diserahkan kepada BPPN lebih besar US$1,3 juta daripada nilai penyerahan awalnya sebesar Rp27,4 triliun.
Kuasa hukum Syafruddin, Hasbullah kemudian mengonfirmasi soal keterangan Ary dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Keterangan Ary dalam BAP itu terkait penerbitan surat pemenuhan kewajiban bagi Sjamsul.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby