Jakarta, Aktual.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat, ditutup melemah tipis sebesar 0,50 poin seiring aksi beli investor menjelang akhir sesi perdagangan.
IHSG ditutup melemah 0,50 poin atau 0,01 persen menjadi 6.018,46. Sedangkan kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak turun 0,8 poin atau 0,08 persen menjadi 951,88.
“IHSG kembali bergerak ke level psikologis 6.000 poin setelah sempat tertekan cukup dalam pada sesi perdagangan berjalan tadi. Sebagian investor tampaknya memanfaatkan momentum untuk kembali mengakumulasi saham jelang penutupan,” ujar Kepala Riset Narada Asset Management, Kiswoyo Adi Joe di Jakarta.
Menurut dia, investor yang kembali aktif melakukan aksi beli menandakan sentimen yang beredar relatif kondusif sehingga terbuka peluang bagi IHSG untuk bergerak ke area positif pada pekan depan.
“Sentimen eksternal memang cukup negatif, namun sepertinya investor sudah ‘price in’ dengan kondisi yang ada,” katanya.
TercatatA frekuensi perdagangan saham pada Jumat (31/8) sebanyak 300.677 kali transaksi dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 8,281 miliar lembar saham senilai Rp8,714 triliun. Sebanyak 146 saham naik, 228 saham menurun, dan 124 saham tidak bergerak nilainya.
Bursa regional, di antaranya indeks Nikkei turun 4,35 poin (0,02 persen) ke 22.865,15, indeks Hang Seng melemah 275,5 poin (0,98 persen) ke 27.888,55, dan indeks Strait Times melemah 12,24 poin (0,38 persen) ke posisi 3.213,482.
Sementara itu, kurs rupiah juga masih terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mengutip Bloomberg, rupiah turun ke leve Rp 14.710 per dolar AS, atau melemah 0,20%.
Dalam sepekan terakhir, rupiah melemah 0,41% terhadap dollar AS.
Kurs tengah rupiah di Bank Indonesia juga melemah 0,38% ke level Rp 14.711 pada hari ini. Dalam satu minggu terakhir, rupiah telah terkoreksi 0,69%.
Sepanjang pagi hingga sore, kurs rupiah bahkan mencapai level Rp 14.890 per dolar AS. Angka ini menjadi yang terendah dalam tiga tahun terakhir sejak 24 September 2015 silam yang menyentuh level Rp 14.855 per dolar AS.
Direktur Eksekutif Bimata Politica Indonesia (BPI), Panji Nugraha bahkan menyebut penanganan rupiah pemerintahan Jokowi merupakan yang terburuk sepanjang era Reformasi.
Panji menilai, pemerintah harusnya memiliki langkah pencegahan untuk menekan keperkasaan dolar AS, salah satunya dengan memperbanyak kuota ekspor.
“Akan tetapi sangat disayangkan pemerintah tidak mampu merespon gejala pelemahan rupiah yang kian kritis dengan membuka impor 2 juta ton beras dan gula dengan target 3,6 juta ton di saat stok beras dan gula masih surplus di dalam negeri,” terangnya di Jakarta, Jumat (31/8).
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan