Karyawan jasa penukaran uang asing menunjukkan dolar Amerika di Masayu Agung, Kwitang, Jakarta Pusat, Jumat (2/8/2018). Nilai tukar rupiah terhadap dolar atau kurs kembali menurun, yakni dari sebelumnya sebesar Rp 14.734 per USD pada Kamis (30/8/2018) naik menjadi Rp 14.800 per USD pada pukul 07.00 WIB. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Anjloknya rupiah pada beberapa waktu belakangan ini dinilai akan berpengaruh pada sektor ekonomi, termasuk pada laju inflasi.

Hal ini diungkapkan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Darmin Nasution pada Jumat (31/8).

“Bukan tidak mungkin, lama-lama inflasi kita juga bisa terpengaruh imported inflation,” ujar Darmin.

Namun, Darmin masih memastikan jika hal ini tidak akan berimbas ke sektor pangan ataupun administered prices. Walaupun demikian, ia tetap mengakui jika tekanan rupiah sudah mulai terasa pada triwulan II tahun ini.

Ia mengatakan, dampak dari anjloknya rupiah terhadap inflasi sulit untuk ditebak lantaran aktifnya Indonesia dalam melakukan kegiatan impor selama ini.

Selanjutnya, Darmin berpendapat bahwa sejauh ini inflasi di Indonesia belum terpengaruh dari imported inflation, namun secara keseluruhan dampak dari imported inflation tersebut belum terasa karena masih di bawah 3,5%.

“Sekarang ini ada kenaikan, dilihat dari kalau kita akumulasikan sampai Agustus tapi belum besar kenaikannya. Kapan mulai kelihatan dampaknya? Eggak tahu nanti akan kita lihat lagi,” kata Darmin.

Terkait langkah pemerintah untuk mengontrol perkembangan dari imported inflation tersebut, ia bilang bahwa hal tersebut masih sulit.

Pasalnya selama ini kegiatan impor yang dilakukan Indonesia masih cukup aktif, karena memang masih banyak barang impor yang dibutuhkan oleh Indonesia.

“Loh kalau inflasi dalam soal imported inflation susah karena selama kita impor ya kita terpengaruh dari barangnya itu. Walaupun kita ada upaya mengendalikan impor. Ya, tetap saja,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan