Pemilu 2019

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat mengatakan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tidak boleh melanggar undang-undang, khususnya terkait larangan mantan napi kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif pada Pemilu 2019.

“Yang tidak diperkenankan adalah bandar narkoba dan kejahatan seksual anak,” kata Hendry dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk “Polemik PKPU (Caleg Koruptor dan Calon DPD)” di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (4/9).

Pada Pasal 240 Ayat (1) Huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyatakan seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama 5 tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Ia mengakui bahwa pemerintah, DPR, partai politik, dan pengawas pemilu masih berbeda pendapat dengan KPU terkait dengan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan napi kasus korupsi menjadi caleg.

Menurut dia, selain undang-undang, penolakan PKPU mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan mantan napi kasus korupsi boleh maju sebagai caleg pada Pemilu 2019.

“Kalau sudah jadi keputusan MK, kami akan ikuti. Jadi, sudah selesai DPR dan pemerintah,” ujarnya.

Selain itu menurut dia dalam rapat konsultasi Komisi II dengan Bawaslu dan pemerintah beberapa waktu lalu sudah diputuskan bahwa pemerintah, DPR dan Bawaslu berpendapat, PKPU harus sesuai dengan undang-undang yang ada.

Selain itu, bakal calon anggota legislarif (bacaleg) dari PAN Wa Ode Nurhayati menilai KPU sesungguhnya sangat paham dan mengerti akan terjadi polemik apabila melakukan larangan mantan terpidana korupsi menjadi caleg.

Ia mengatakan bahwa KPU sudah diperingatkan DPR dan pemerintah untuk tidak mengatur pembatasan hak pada PKPU karena pembatasan hak hanya boleh dimuat dalam undang-undang.

“Dalam negara demokrasi harus ada semangat konstitusionalisme agar demokrasi tidak membahayakan banyak orang,” katanya.

Ia juga meyakini bahwa KPU memahami bahwa putusan MK secara tegas memperbolehkan seluruh mantan jenis terpidana “KPU juga tahu karena putusan MK (Mahkamah Konstitusi, red.) itu tegas membolehkan seluruh mantan jenis terpidana,” ujarnya di lokasi yang sama.

Dalam polemik tersebut, kata dia, KPU tidak memiliki semangat konstitusionalisme dalam menerbitkan PKPU dan menjadi ancaman besar bagi demokrasi serta perlindungan terhadap hak asasi manusia.

Menurut dia, KPU memilih ‘jalan buntu’ atas polemik PKPU dengan menunda putusan Bawaslu yang memperbolehkan mantan napi kasus korupsi menjadi caleg karena langkah penundaan itu sama saja dengan menolak sebenarnya.

Ia menilai Bawaslu seharusnya memohonkan ke Mahkamah Agung (MA) agar putusannya dapat memiliki kekuatan eksekusi selayaknya putusan pengadilan dan MA harus segera memutuskan sebelum daftar calon tetap (DCT) ditetapkan KPU.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan