Jakarta, aktual.com – Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Saraswati Djojohadikusumo mengaku bahwa banyak laporan yang diterima terkait lemahnya koordinasi antar institusi dalam penanganan bencana gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Terutama, mengenai penyaluran bantuan kesejumlah titik korban bencana.

“Saya apresiasi kerja pemerintah dan saya mengerti permasalahan yang dihadapi di lapangan,” kata Saras dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (10/9).

“Tetapi, mendasarkan masukan dan kritikan saya dari laporan yang masuk sampai hari ini dari para Relawan RSD yang berada di sana. Mulai dari lemahnya koordinasi antar institusi, sampai keterbatasan BNPB menjangkau korban dalam memberikan bantuan,” tambahnya.

Dalam rapat kerja bersama BNPB selaku mitra kerja, Saras juga mengungkapkan kesulitan tersebut. Menurut dia, ketika pertama kali gempa terjadi di Lombok, presiden menunjuk Menkopolhukam sebagai koordinator mitigasi.

Sementara, sepengetahuan Komisi VIII DPR RI dan berdasarkan UU, koordinator penanggulangan bencana adalah mitra kerja kita yakni BNPB.

“Keadaan ini menyulitkan anggota dewan mengkomunikasikan informasi dari pemerintah kepada korban gempa, masyarakat, atau lembaga swadaya yang melaporkan setiap hal yang mereka butuhkan,” ujar politikus Gerindra itu.

Diakui Saras, pihaknya telah menurunkan tim di sana satu hari setelah bencana terjadi. Sebab, di hari pertama, korban sudah banyak, keadaan chaos, tetapi para relawan atau lembaga-lembaga yang ada disana, masih bingung siapa yang menjadi koordinator.

“Mungkin, karena kantor BPBD setempat rusak dan jumlah SDM mereka yang sangat terbatas dan terlihat kewalahan menangani skala kerusakan dan cakupan wilayah yang terdampak,” pikirnya.

Tidak hanya itu, Saras juga mengungkapkan keterbatasan BNPB dalam menjangkau korban dalam memberikan bantuan. Berdasarkan laporan BNPB, ada sebanyak 396 ribu jiwa menjadi korban dalam gempa Lombok.

Namun hingga saat ini, ujar Saras, BNPB baru mampu menyalurkan Dana Siap Pakai (DSP) bagi 5 ribu lebih rekening.

“Semakin aneh bagi saya saat pemerintah dengan kondisi keterbatasan memberi bantuan, tapi membuat kebijakan menolak bantuan luar negeri dengan alasan yang aneh juga,” pungkas dia.

Oleh karena itu, miskoordinasi dan keterbatasan menyalurkan bantuan di atas menjadi penyebab banyaknya lokasi gempa yang belum tersentuh pemerintah.

Hal ini diketahui dari sejumlah pihak yang menghubunginya dan memberikan laporan kondisi terkini di sejumlah lokasi di Lombok.

“Kalaupun sudah tersentuh, paling hanya satu tenda tanpa logistik untuk dua ribuan jiwa. Bahkan ada relawan dari salah satu universitas kedokteran mengeluhkan lokasinya kekurangan air bersih sehingga kesulitan menangani para pasien,”tuturnya.

“Perlu ada evaluasi terhadap persoalan ini semua. Evaluasi mulai dari UU Penanggulangan Bencana sampai pada teknis pelaksanaan dan aturan yang mengikutinya,” tandas keponakan Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto itu.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan