Jakarta, Aktual.com – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, mengakui proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,4 persen pada 2018 sulit tercapai karena adanya ketidakpastian global.
“Kita rencanakan 5,4 persen, tapi mempertahankan itu sudah perjuangan besar, bisa-bisa turun ke 5,3 persen,” kata Darmin ditemui di Jakarta, Jumat (14/9).
Darmin mengatakan salah satu penyebab target pertumbuhan ekonomi 2018 tidak tercapai adalah kinerja perdagangan internasional yang belum membaik seiring dengan melemahnya ekspor maupun impor.
“Perdagangan internasional sudah mulai melambat, kalau itu sudah kena, berikutnya pertumbuhannya akan kena,” ujarnya.
Darmin memastikan pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk mendorong kinerja ekspor dengan memperbaiki proses kemudahan berusaha melalui sistem perizinan terintegrasi (OSS).
Pemerintah mengharapkan penyediaan sistem OSS ini bisa mendorong pemilik modal untuk berinvestasi atau memulai usaha dalam industri berbasis ekspor maupun subtitusi ekspor.
Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk menekan impor migas, terutama solar, yang selama ini menjadi salah satu penyumbang defisit neraca perdagangan, dengan mewajibkan penggunaan biodiesel (B20).
“Kita hadapi saja, kita tahu masalahnya apa dan apa yang harus dilakukan, hanya tidak bisa sembuh begitu saja,” kata Darmin.
Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2018 berada pada kisaran 5,14-5,21 persen seiring dengan ketidakpastian global yang berpengaruh pada perekonomian negara berkembang.
Proyeksi tersebut telah mempertimbangkan pencapaian pertumbuhan ekonomi pada semester I-2018 sebesar 5,17 persen serta proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III pada kisaran 5,13 persen-5,25 persen dan triwulan IV pada kisaran 5,1 persen-5,23 persen.
“Total seluruh tahun 2018, proyeksi kami dalam ‘range’ 5,14 persen-5,21 persen,” kata Sri Mulyani saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI membahas asumsi makro RAPBN 2019 di Jakarta, Kamis (14/9).
Meski demikian, lanjut dia, proyeksi tersebut bisa saja meleset menjadi lebih rendah karena ada risiko yang merugikan atau “downside risks” yaitu menurunnya laju impor akibat dari tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
“‘Downside risks’ adalah kemungkinan ‘growth’ bisa meleset ke 5,15 persen karena impor makin melemah karena depresiasi rupiah. Investasi dan konsumsi akan terpengaruh. Kalau itu terjadi, ekonomi turun ke 5,15 persen,” katanya.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: