Jakarta, Aktual.com – Salah satu penyandang disabilitas, Sumadi telah mampu mewujudkan mimpi punya rumah sendiri sejak bergabung dengan Go-Massage, salah satu layanan dari Go-Jek.

Sepertinya, pemanfaatan teknologi membuang segala batasan bagi penyandang disabilitas. Difabel asal Jepara, Jawa Tengah, itu menjadi mitra Go-Massage sejak 2015. Saat itu dia sedang cukup aktif menawarkan jasanya melalui media sosial dan terbiasa dengan platform digital.

“Walaupun seorang tunanetra, bukan berarti saya tak bisa melakukan hal yang berarti bagi orang terdekat saya, atau bukan berarti saya tak dapat bersosialisasi dengan banyak orang. Tunanetra bukan akhir dari segalanya,” ucap Sumadi dikutip dari platform resmi talent Go-Jek, Senin (15/10).

Sebagai penyandang disabilitas, kata Sumadi, tidak perlu diberi rasa iba dan jangan dipandang sebelah mata. Sebaliknya, hanya butuh peluang yang sama.

Melalui teknologi seperti Go-Massage, kata dia, hal itu bisa diwujudkan. Sumadi berprinsip, keterbatasan tidak boleh membatasi keadaannya. Ia percaya bahwa tunanetra bukan seharusnya dikasihani, tapi dipercaya bisa mandiri.

”Terus terang kalau saya melihat teman disabilitas yang ingin dikasihani, saya nggak suka. Karena sikap mereka yang seperti itu membuat orang jadi ragu. Sebenarnya apapun pekerjaan bisa, asal ada kemauan,” tegas dia.

Sejak bergabung Go-Massage, ayah dari dua orang anak itu menerima pemesanan (order) secara rata-rata tiga order di setiap harinya. Dari penghasilannya itu, dia mampu menyisihkan untuk menyicil rumah melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Cileungsi, Jawa Barat.

Dengan memanfaatkan program hasil kerjasama Go-Jek dengan lembaga keuangan perbankan, akhirnya dari penghasilan di Go-Massage bisa cicil KPR dan memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Sebekumnya, Sumadi kehilangan penglihatan sejak berusia 10 tahun lantaran mengalami penurunan kualitas penglihatan (low vision) meski tak mengalami kecelakanan atau sakit di bagian matanya.

Berbekal semangat dan cita-cita, Sumadi belajar pijat di panti pijat Dinas Sosial DKI Jakarta. Selain di Dinsos DKI, kemampuan memijatnya juga didapat dari Panti Sosial Bina Netra.

Dia juga punya panti pijat yang dibuka di Tebet, Jakarta Selatan. Panti pijat sekaligus kediaman Sumadi dan keluarganya (kontrakan) itu kerapkali dikunjungi pelanggan setia.

Dia berharap masyarakat bisa mengubah persepsi terhadap disabilitas dari keraguan menjadi kepercayaan. Dan percayalah, menurut dia, difabel juga berusaha untuk masa depan lebih baik.

“Prinsip saya, kalau saya mau berusaha, pasti Allah kasih rezeki. Saya bisa sekolahin anak saya, kuliah. Hidup ini tantangan, kita harus menghadapi apapun itu,” tuturnya.

Hal sama dirasakan Heru Widyanto (39 tahun). Penyandang tuna netra yang bergabung di Go-Massage sejak 2015 itu bersyukur karena akhirnya meraih kecukupan penghasilan untuk kuliah anaknya yang baru saja rampungkan program D3.

”Alhamdulillah bisa kuliahkan anak. Dulu jangankan buat kuliah, nggak bisa kemana-mana. Sekarang bisa ajak jalan-jalan istri sama anak-anak ke mal,” ucapnya belum lama ini.

Nanik, isteri Heru, menyebut penghasilan suaminya saat ini lebih tinggi dibandingkan ketika hanya membuka jasa memijit di rumahnya. “Sekarang sudah bisa menabung,” ucap dia.

Artikel ini ditulis oleh: