Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wardjio berbicara saat jumpa pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Kamis (27/9). RDG BI memutuskan menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,50%. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia mengestimasi nilai tukar Rupiah per dolar AS sepanjang 2019 akan berada di kisaran Rp14.800 per dolar AS hingga Rp15.200 per dolar AS.

Hal tersebut disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo saat rapat kerja membahas postur sementara RAPBN 2019 antara Badan Anggaran DPR RI dengan pemerintah dan Bank Indonesia di Jakarta, Senin (15/10).

Sebelumnya, pada rapat kerja September 2018 lalu, BI memperkirakan nilai tukar Rupiah pada tahun depan akan berada di kisaran Rp14.300-Rp14.700 per dolar AS.

“Kami perkirakan nilai tukar Rupiah pada 2019 akan berkisar Rp14.800 hingga Rp15.200 per dolar AS,” kata Perry.

Perry menuturkan, sejak awal September lalu hingga kini, dinamika global dan di dalam negeri begitu cepat. Pada awal September, pelemahan Rupiah dipengaruhi kondisi krisis di sejumlah negara berkembang seperti Turki dan Argentina, sehingga memengaruhi arus modal asing ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Selain itu, ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan China dan sejumlah negara, juga memberikan tekanan bagi ekonomi Indonesia.

“Kurs pada titik sekarang ini Rp15.220 per dolar AS. Pergerakan ke depan, ketidakpastian ekonomi global akan berlanjut, tapi ke arah yang lebih positif dibandingkan saat ini,” ujar Perry.

Perry menjelaskan, arah kebijakan moneter di negara maju masih akan tetap ketat namun gradual. Pada 2019, suku bunga acuan The Fed (Fed Fund Rate) masih akan naik dua sampai tiga kali, dibandingkan tahun ini yang diperkirakan akan naik sebanyak empat kali.

“Tahun depan Fed Fund Rate masih naik tapi tingkat kenaikan lebih kecil. Eropa pada paruh kedua tahun depan ada kemungkinan normalisasi kebijakan moneter sehingga akan mengimbangi kekuatan dolar,” ujar Perry.

Selain itu, terkait perang dagang, ia menyebutkan ada keinginan dari negara-negara di dunia untuk menggunakan pendekatan yang lebih konstruktif bagi perdagangan terbuka, adil, dan menguntungkan baik bagi negara yang menjalin perdagangan dan juga secara global.

Selain itu, BI dan pemerintah, serta pihak-pihak terkait, akan terus melakukan koordinasi untuk mengurangi defisit transaksi berjalan dan mendorong masuknya modal asing.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan