Jakarta, Aktual.com – Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) memenangkan gugatan yang diajukan oleh PT First Ocean International terkait kasus duplikasi desain dengan tergugat Darman alias Atek.

Dalam persidangan yang digelar Selasa (16/10), majelis hakim menjatuhkan sanksi hukuman pidana penjara selama 1 tahun enam bulan dan denda senilai Rp 100 juta kepada terpidana Darman.

Dalam putusan dalam perkara pidana Nomor 294/Pid.sus/2018/PN.Jakut yang dibacakan oleh Ketua majelis hakim Tiares Sirait, Darman dinilai terbukti bersalah telah memproduksi wadah yang designnya menyerupai desain wadah milik perusahaan PT. First Ocean International, yang telah mendapat Hak Perlindungan Desain.

Sebelumnya, Darman memang didakwa secara sengaja menduplikasi desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat 1 juncto Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.

Kuasa hukum PT First Ocean International, Fernandus Wijaya Simanjuntak menyayangkan hukuman yang diputuskan majelis hakim karena justru lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

“Ini melihat tindak pidana sudah merugikan klien. Harusnya dari tuntutan penuntut umum 2 tahun penjara itu sudah sangat dimungkinkan,” kata Fernandus usai sidang.

Namun, secara obyektif ia menilai jika hakim telah mempertimbangkan fakta-fakta di persidangan. Hal ini disebutnya menjadi kredit tersendiri untuk majelis hakim.

Dengan kemenangan ini, ia pun mengingatkan masyarakat agar tidak main-main terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

“Harapan kami supaya tidak terjadi (lagi), karena klien (kami) terbukti pemilik,” kata dia.

Sementara itu, penasihat hukum Darman, Rusmin Widjaya, mengaku sedang mempertimbangkan untuk mengajukan banding terhadap hukuman yang diterima kliennya tersebut.

Dia menyayangkan, mengapa pertimbangan penasihat hukum pelaku yang disampaikan di persidangan tidak diperhatikan oleh majelis hakim.

Fakta yuridis membuktikan mengajukan permohonan Design Industri kepada Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM dan terdakwa Darman, selaku pemilik PT Alam Panca Warna telah memperoleh sertifikat Design Industri untuk konfigurasi rantang susun dua dan rantang susun tiga dengan No. Pendaftaran IDD 0000489491 dan No. Pendaftaran IDD 000048273 yang secara yuridis diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Sedangkan, permohonan rantang susun satu ditolak dengan pertimbangan mempunyai kemiripan dengan Desain Industri PT. Surya Pasific Sejahtera dengan Judul Rantang merek HAWAI, bukan merek HOMMY, sesuai dengan surat DITJEN HKI Kementerian Hukum dan HAM Nomor HKI.2-HI.02.02-151 tertanggal 9 April 2018.

Selain itu, di persidangan Darman mengaku tidak pernah meniru Desain Industri dari Keria Hen, melainkan melihat di pasaran dan meniru produk merek HAWAI serta melakukan perubahan baik bentuk/ukuran dan konfigurasi produk dari Darman dibandingkan dengan produk PT. Surya Pasific Sejahtera dengan merek Hawai.

“Saya lihat pertimbangan hal-hal yang sudah kami sampaikan di dalam pledoi tidak betul-betul di pertimbangkan secara matang,” kata dia.

Seperti diketahui, Darman telah menjual barang berupa wadah yang diproduksi dengan meniru design yang dimiliki oleh saksi pelapor; diberi merek Viola dan oleh terdakwa telah mendapatkan keuntungan kurang lebih sebesar Rp 2000 dari 250 dus@5 lusin/dus yaitu sekitar Rp 30.000.000.

Padahal, produk wadah atau rantang susun satu/tempat nasi dengan merek Viola, dengan wadah yang terdaftar Desaing dan Konfigurasinya di Ditjen HKI Kementerian Hukum dan HAM RI (No. pendaftaran ID 0025580-D tertanggal 6 September 2011 dengan nama pendesaing, Keria Hen.

Selanjutnya, Keria Hen melaporkan pada Subdit I Indag Polda Metro Jaya. Hingga akhirnya diproses sampai ke persidangan.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan