Petugas Kepolisain memberhentikan mobil berpelat nomor ganjil saat pemberlakuan sistem ganjil genap di kawasan Lebak Bulus, Jalan Kartini, Jakarta, Senin (6/8/2018). Pemberlakuan sistem ganjil genap di kawasan lebak bulus diwarnai dengan penilangan puluhan mobil. Pengendara yang melanggar langsung dikenakan sanksi sebesar Rp 500 ribu. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Sistem ganjil-genap merupakan hal baru bagi sistem transportasi di Jakarta. Diberlakukan menjelang pelaksanaan Asian Games 2018, sistem ini diklaim cukup berhasil meningkatkan penggunaan transportasi massal.

Hal ini berdasarkan hasil dari riset yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Kepala Balitbang Kemenhub, Soegihardjo mengatakan, penerapan sistem ganjil-genap telah berhasil mengalihkan 24% angkutan pribadi ke angkutan umum.

“Terdapat 24% angkutan pribadi beralih ke angkutan umum dari 24 persen itu ke massal 38%, 20% ke bus umum, 18% menggunakan KRL,” kata Soegihardjo dalam konferensi pers “Evaluasi Penerapan Kebijakan Ganjil-Genap di Wilayah Jabodetabek” di Jakarta, Kamis (25/10).

Namun, lanjut dia, sebagian laina beralih ke taksi, baik taksi daring maupun konvensional.

“Yang beralih ke taksi atau ojek online ada 39 persen, taksi reguler 7,5% dan memilih naik motor sembilan persen,” katanya.

Meskipun dinilai berhasil mengalihkan masyarakat ke angkutan umum, menurut dia, masih banyak yang tetap menggunakan kendaraan pribadi, yakni 53%.

Soegihardjo merinci, masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi ini 37% menggunakan jalur alternatif dan 16% memiliki dua mobil, baik itu ganjil maupun genap.

Namun, ia juga mengatakan jika sistem ganjil-genap tidaklah cocok jika diberlakukan secara permanen karena akan justru akan mendorong masyarakat membeli mobil baru untuk ‘mengakali’ sistem ini.

“Kalau diberlakukan permanen secara resmi, pasti orang mencari cara lain, yaitu beli mobil baru atau bekas itu potensinya 30% bisa ganjil atau genap,” ujar Soegihardjo.

Sugihardjo merinci responden lainnya mengatakan apabila kebijakan ganjil-genap diberlakukan secara permanen, 40% tidak akan membeli mobil baru dan 30% lainnya masih ragu-ragu.

Ia menuturkan bahwa kebijakan ganjil-genap memang mengurangi kemacetan di jalan-jalan yang diterapkan, namun kemacetan tersebut bukan hilang, melainkan beralih ke ruas-ruas jalan yang tidak terkena ganjil-genap.

Sementara itu, lanjut dia, 90% masyarakat tidak setuju kebijakan ganjl-genap diterapkan saat akhir pekan.

Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihantono menilai ganjil-genap bukanlah solusi “sapu jagad” untuk semua permasalahan kemacetan lalu lintas Ibu Kota.

“Kita tidak bisa menyelesaikan semua prmasalahan dengan ganjil-genap karena semua terusik, tapi bukannya pindah ke angkutan umum, kenapa malah ke roda dua,” katanya.

Untuk itu, Bambang mengatakan salah satu solusi jangka panjang adalah penerapan jalan berbayar (ERP) yang direncanakan akan dimulai pada 2019.

Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menilai untuk tetap menarik masyarakat menggunakan transportasi umum adalah dengan menurunkan tarif.

Ia mencontohkan di China, tarif KRL hanya dua yuan, kemudian bus satu yuan.

“Untuk koridor tertentu digratiskan, bahkan KRL sampai 10.000 kilometer, kalau kita baru 1.200 kilometer,” katanya.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan