Jakarta, Aktual.com – Sejumlah ahli pidana yang dihadirkan Ahmad Dhani dalam persidangan ujaran kebencian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, tampak menyepakati bahwa cuitan musisi itu di media sosial Twitter bukan ujaran kebencian terhadap suku, ras, agama, dan golongan (SARA) tertentu.
Ahmad Dhani melalui kuasa hukumnya menghadirkan dua ahli pidana dalam persidangan, Senin (29/10), yaitu Chairul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Yongki Fernando dari Universitas Pakuan Bogor.
Sementara dalam persidangan sebelumnya (15/10), Ahmad Dhani telah menghadirkan pakar hukum pidana Abdul Khair Ramadhan untuk memberi keterangan mengenai cuitannya yang diduga mengandung kebencian dan bermuatan SARA.
Chairul dalam keterangannya menyampaikan bahwa cuitan Ahmad Dhani yang berbunyi: “siapa saja dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya-ADP” tidak termasuk ujaran kebencian, karena pernyataan itu dianggap tidak merujuk pada kelompok suku, ras, agama, dan golongan tertentu.
Ia menyampaikan, ujaran kebencian merupakan pernyataan pribadi atau kelompok, berisi ketidaksukaan teramat sangat yang berbasis SARA. Menurut Chairul, ungkapan “siapa saja dukung penista agama” bukan bagian dari SARA, karena frase antargolongan merujuk pada tiga kelompok yang diakui hukum tata negara, misalnya pada masa kolonial ada kelompok Eropa, Timur Asia, dan Bumiputra, lalu pada era Orde Baru istilah tersebut merujuk pada tentara dan kepolisian.
“Ada kriteria yang ketat dan identitas khusus untuk merujuk suatu kelompok sebagai bagian dari frase antargolongan dalam istilah SARA. Tidak semua kelompok dapat disebut golongan, misalnya jakmania, pendukung musisi tertentu, itu tidak dapat disebut sebagai golongan,” kata Chairul pada persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin malam.
Sementara itu, pakar pidana lainnya, Yongki Fernando menyampaikan pendapat serupa bahwa cuitan Ahmad Dhani tidak mengandung ujaran kebencian dan tidak bermuatan SARA.
Suatu ujaran kebencian yang bermuatan SARA, menurut Yongki harus merujuk figur konkret.
Frase “siapa saja dukung penista agama”, menurut Yongki, merupakan ungkapan abstrak yang tidak memiliki konsekuensi hukum tertentu.
Sementara itu, ahli lainnya, Abdul Khair dalam persidangan pada 15 Oktober menyampaikan, suatu pernyataan dapat dianggap sebagai ujaran kebencian, apabila ungkapan itu memiliki dampak pada kelompok tertentu.
Abdul menjelaskan, berdasarkan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE ada frase menimbulkan yang bermakna ada pihak tertentu yang dirugikan dari ujaran kebencian.
Ahmad Dhani dilaporkan oleh Sekretaris Jenderal Cyber Indonesia Jack Boyd Lapian ke Polda Metro Jaya pada 2017 terkait beberapa cuitannya yang dianggap menyebarkan kebencian terhadap Ahok. Twit Ahmad Dhani yang diperkarakan, diantaranya “yang menistakan agama si Ahok…yang diadili KH Ma’ruf Amin”.
Twit lainnya, “siapa saja dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya-ADP”, dan “kalimat sila pertama KETUHANAN YME, PENISTA Agama jadi Gubernur…kalian WARAS??? – ADP”.
Atas perbuatan tersebut, Jaksa mendakwa Ahmad Dhani telah melanggar Pasal 45A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan hukuman enam tahun penjara.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: