Gedung KPK Jakarta (Aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Hari ini, 500 hari semenjak kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Akankah hanya menjadi cerita dalam novel kelak?

11 April 2017 kala itu, seusai melaksanakan sholat subuh di masjid Jami Al Ihsan, Pegangsaan Dua, Novel Baswedan disiram air keras oleh dua orang tak dikenal tak jauh dari tempat tinggalnya. Penglihatan yang hilang karena air keras itu pun kini membekas dalam penglihatan seluruh masyarakat Indonesia, dan turut mencederai penegakan hukum negeri ini yang semakin tersudut lemah.

Jelas mencoreng penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, juga pastinya mencoreng martabat KPK sendiri. Kasus yang sangat bisa diketahui dalam hitungan jam layaknya kasus RS itu pun menguap entah kemana. Seakan-akan dalang kendali “agenda” penyerangan tersebut telah diketahui sejak awal sehingga tak mampu diungkapkan ke publik. Jangankan penegakan hukum terhadap kasus tersebut yang terkesan loyo, pembelaan Pimpinan KPK terhadap anak buahnya yang kini cacat pun terkesan biasa-biasa saja. Bagaimana bisa tegas melakukan pemberantasan korupsi jika perlindungan terhadap aset terbaiknya pun cacat?

Sebagai informasi tambahan sebelum kita masuk pada Buku Merah, pengungkapan kasus penyerangan Novel Baswedan untuk menguak pelaku dan dalang di balik layar kasus tersebut ditugaskan kepada Polda Metro Jaya. Titik.

Superbody KPK

Superbody KPK itu hanya bualan untuk melambungkan dada sombong menggasak tikus-tikus kecil pemburu rente, sedang Century Gate, BLBI, dan deretan kasus kakap lainnya tak terlibas. Kedudukan yang bisa dikatakan independen dan bebas dari intervensi kekuasaan itu pun hanya khayalan. Jangankan akan menyentuk lingkaran istana siapa pun pemerintahannya, untuk kasus seperti Buku Merah saja, KPK tak mampu melindungi alat bukti kejahatan yang menjadi kewenangan sepenuhnya KPK. Dagelan dan drama penangkapan korupsi-korupsi kepala daerah dan para pengusaha hanya akan menjadi sajian “kerupuk” renyah untuk menutupi kegagalan tugas dan urgensi dibentuknya KPK. Bukan menu utama pemberantasan korupsi.

Layak jika lantas banyak yang menuntut KPK dibubarkan saja oleh lembeknya penanganan kasus-kasus korupsi yang sudah dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa, _extra ordinary crime._ Meski gagasan tersebut sering ditumpangi penumpang-penumpang gelap para anti KPK, tapi bagi orang yang mengerti substansi UU 30 Tahun 2002 diharapkan dapat mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera akhirnya jengah juga terus melihat drama-drama yang tersaji.

Benar-benar jengah kah? Semoga tidak.

Novel Hanya Akan Jadi “Novel”

Inisiatif Pimpinan KPK yang tidak progresif mengindikasikan keberpihakan pimpinan KPK sendiri terhadap pemberantasan korupsi dan pembelaan terhadap aset terbaiknya, pepesan kosong. Lemah. Harus ada yang berani mengevaluasi kepemimpinan lembaga pemberantasan korupsi seperti ini, jangan sampai kita harus _flashback_ ke belakang bahwa sejak awal pemilihan pimpinan KPK saat ini pun telah salah atau bahkan gagal.

Kita perhatikan misalnya, inisiatif pimpinan terhadap pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman Novel Baswedan yang terkesan “mandeg”. Atau bahkan desakan yang berentetan dari masyarakat sipil terhadap pembentukan TGPF pun terkesan mental, dan mentok hanya dalam penjelasan bahwa hal tersebut sedang dirundingkan. Jangan sampai air mata buaya terus menghiasi upaya “desakan” pembentukan TGPF sampai Presiden Jokowi.

TGPF luput kasus Novel pun berujung “Novel” fiktif belaka.

Me-Novel-kan Buku Merah

Kini, Buku merah mengalami perkembangan yang sangat signifikan sekali. Bahasa KPK yang beredar luas hanyalah “ayam sayur” dalam pengungkapan pengerusakan barang bukti penyidikan akan segera terbukti karena Buku Merah akan menguap menyusul “Novel” fiksi kasus Novel Baswedan. Tak perlu sampai pembahasan pelanggaran kode etik pengerusakan alat bukti penyidikan KPK oleh penyidik internal sendiri, karena Buku Merah tersebut pun akan pindah ruangan guna “pemeriksaan”.

“Pemeriksaan” barang bukti itu sendiri kita serahkan kepada pemegang bukti Buku Merah saat ini, Polda Metro Jaya sampai sejauh mana kasus pengerusakan Buku Merah tersebut akan terungkap. Kita berharap besar bahwa Polda Metro Jaya mampu mengungkapkan bukti pengerusakan alat bukti Buku Merah sehingga KPK mampu kembali bekerja mengentaskan kasus korupsi dalam Buku Merah tersebut. Kita pun berharap pimpinan KPK saat ini tidak sekedar jadi penonton dalam pemeriksaan alat bukti Buku Merah yang rusak tersebut, karena kita masih berharap besar KPK tidak “Me-Novel-kan” Buku Merah. Tentu kita terus mendukung KPK dan jajaran pimpinannya sebagai satu-satunya lembaga anti rasuah yang masih diharapkan masyarakat (katanya) itu.

Catatan: Pimpinan KPK memutuskan untuk memberikan dua barang bukti kasus Basuki Hariman karena adanya penetapan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 23 Oktober 2018 yang dilampirkan Polda Metro Jaya pada KPK. Surat tersebut dikirim langsung oleh Kapolda Metro Jaya yang ditujukan kepada Ketua KPK pada 24 Oktober 2018.

Selamat siang 500 Hari Novel Baswedan. Selamat tinggal Novel Buku Merah?

 

Oleh: Barri Pratama, Wakil Ketua Umum PP KAMMI 2017-2019.

Artikel ini ditulis oleh: