Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) Laode Muhammad Syarif didampingi juru bicara KPK didampingi juri bicara KPK Febry Diansyah saat memperlihatkan barang bukti dan menetapkan Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yanin sebagai tersangka kasus korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin ((1510/2018). Laode amengatakan, Neneng diduga menerima hadiah dari pengusaha terkait izin proyek Meikarta di CIkarang, Bekasi yang dijanjikan pengembang sebesar Rp 13 miliar dari Group Lippo. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memangggil tujuh saksi dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada Jumat (2/11).

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, para saksi ini diperiksa untuk dua tersangka yang berbeda, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS) dan Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasing (NHY).

“Penyidik hari ini dijadwalkan pemeriksaan terhadap terhadap tujuh saksi untuk dua tersangka BS dan NHY,” kata Febri saat dikonfirmasi.

Enam saksi akan diperiksa untuk tersangka Billy yaitu Kepala Dinas (Kadis) BPMPTSP Provinsi Jawa Barat Dadang Mohamad, Kadis Perindag Pemkab Bekasi Rofiq, Kadis Kominfo Pemkab Bekasi Rohim, Kepala BPKAD Pemkab Bekasi Juhandi, Staf Keuangan PT Lippo Cikarang Kristi, dan Meida yang merupakan sekretaris pribadi dari Toto Bartholomeus.

Sedangkan satu saksi lainnya akan diperiksa untuk tersangka Neneng Hassanah, yakni Sekretaris Dinas Pariwisata, Budaya, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Bekasi Henry Lincoln.

Selain itu, KPK juga memanggil sembilan tersangka dalam kasus itu yaitu Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).

Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).

Dalam penyidikan kasus itu, KPK mendalami lima hal krusial dalam terhadap para saksi yang diperiksa, yakni pertama alur dan proses perizinan Meikarta dari perspeksif aturan dan prosedur di Pemkab Bekasi.

Kedua, proses rekomendasi tahap pertama dari pihak Pemprov Jawa Barat pada Pemkab Bekasi terkait proses perizinan Meikarta.

Ketiga, alur dan proses internal di Lippo terkait dengan perizinan Meikarta. Keempat sumber dana dugaan suap terhadap Bupati Bekasi dan kawan-kawan.

Terakhir, KPK juga mendalami apakah ada atau tidak ada perbuatan korporasi dalam perkara tersebut.

Diduga Neneng Hassanah dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan Perizinan Proyek Pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.

Diduga, pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Pemberian dalam perkara ini diduga sebagai bagian dari komitmen “fee” fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp13 miliar, melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT.

KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada April, Mei, dan Juni 2018.

Adapun keterkaitan sejumlah dinas dalam proses perizinan karena proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana pembangunan apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit hingga tempat pendidikan sehingga dibutuhkan banyak perizinan, di antaranya rekomendasi penanggulangan kebakaran, amdal, banjir, tempat sampat, hingga lahan makam.

Ant.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan