Jakarta, Aktual.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI angkat bicara tentang poster yang bergambarkan Calon Presiden 01 Joko Widodo (Jokowi) sedang mengenakan pakaian raja atau poster raja Jokowi.

Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo menegaskan jika poster tersebut tidak termasuk pada aktivitas kampanye hitam. Menurutnya, tidak ada kandungan unsur Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA) dalam poster itu.

Merujuk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu atau UU Pemilu, SARA adalah salah satu unsur yang terdapat dalam kampanye hitam, selain ujaran kebencian.

“Setelah kami melihat, itu tidak mengarah kepada ujaran kebencian, black campaign, atau mengandung unsur SARA,” kata Ratna di Kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (14/11).

Ia beranggapan bahwa PDIP hanya tak ingin menjadi pihak yang dituding berada di balik layar dengan adanya poster raja Jokowi. Hal ini, kata Ratna, yang menjadi alasan penurunan poster tersebut oleh PDIP.

PDIP sendiri menurunkan poster itu dengan alasan karena poster tersebut telah merugikan Jokowi.

“Apa yang dilakukan oleh Bawaslu bersama PDIP menurunkan (poster dan spanduk), karena PDIP merasa itu bukan bahan yang mereka produksi dan mereka menginginkan untuk diturunkan,” ujarnya.

Sebelumnya, Ketua DPD PDIP Jawa Tengah, Bambang Wuryanto mengatakan, pihaknya langsung membuat surat kepada struktur partai, termasuk caleg PDIP.

“Kami tanya siapa yang suruh. Dia bilang, ini perintah dari orang di pusat. Tetapi, tak bisa sebut siapanya. Ditanya ambil dari mana? Dikasih tahu dan ketemu orangnya. Saat ke sana, di situ juga ada 800-an yang belum dipasang. Kami foto orangnya. Kami data semuanya,” ujar Bambang dalam keterangannya, Rabu (14/11).

Bambang menjelaskan, dari penelusuran lebih lanjut diketahui pemberi instruksi pemasang poster itu berada di satu tempat penginapan. Dari interogasi, pelaku pemasang menyebut pihak pemberi instruksi berada di Hotel Siliwangi, Semarang, Jawa Tengah.

Para pemasang mengaku hanya rakyat biasa yang secara pribadi memilih Jokowi. Namun, butuh uang untuk hidup. Dari pemasangan poster, mereka dibayar Rp10 ribu, di luar alat peraga kampanye (APK) yang sudah disediakan.

“Dibayar Rp10 ribu per poster. Itu di luar APK. Setiap desa pasang 10. Kalau di Jateng, ada 8.000 desa, berarti 80 ribu,” kata Bambang.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan