Jakarta, Aktual.com – Praktisi hukum dan pengamat sektor properti Erwin Kallo mengatakan bahwa pengembang properti itu selalu ada di dalam kondisi yang sulit dalam menjalankan bisnisnya dan memenuhi harapan konsumen di Indonesia.
Menurutnya hal tersebut adalah salah satu pelajaran yang diambil dari kasus hukum yang menyandung megaproyek Meikarta.
Dia mengatakan bahwa suap dan pungli dalam pembangunan proyek properti menjadi hal yang lumrah terjadi karena perilaku birokrasi yang belum sehat. Menurutnya ada oknum birokrat yang mengarahkan dan menciptakan kondisi hingga suap dan pungli menjadi kewajaran.
“Tidak ada proyek properti di Indonesia yang tidak pakai suap atau pungli. Kenapa itu terjadi? Karena memang rentang perizinannya itu terlalu panjang dan terlalu banyak. Satu proyek properti di Indonesia tidak berhubungan hanya dua instansi, yaitu Kementerian Luar Negeri dan TNI, di luar itu semua berurusan,” ujar Erwin ditulis Senin (19/11).
Erwin mengatakan, dalam masalah suap dan pungli di sektor properti ini, ada pengembang yang memang terpaksa harus membayar karena kalau tidak dibayar maka tidak jalan dan ada juga pengembang yang memang bersalah sehingga mereka bayar supaya izinnya mulus.
“Suap itu bukan berarti ada masalah. Tidak ada masalah pun harus suap. Di Indonesia ini benar pun pakai ongkos. Bayar itu untuk apa? Untuk percepatan, karena bisnis itu masalah waktu,” tambah Erwin
Dia menjelaskan penundaan suatu proyek karena perizinan akan menimbulkan biaya yang sangat besar terhadap proyek tersebut. Dia moncontohkan salah satunya biaya overhead yang akan membengkak jika terjadi penundaan proyek.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid